Jumat, 12 Maret 2010

Setiap Insan Berhak Mendapat Pencerahan

Posted by Kak Galuh On 13.54 | No comments
Seorang sahabat mengeluh (baca:curhat) lewat telepon. Ia mengatakan bahwa selama ini ia sangat susah untuk menemukan kelompok pengajian yang dapat menerimanya apa adanya. Sahabat ini telah merasakan harusnya ada tambahan untuk kebutuhan spritualnya, karena ia merasa kurang hanya dengan menjalankan sholat, mengaji tartil, puasa, dan zakat saja.

Pernah ia mencoba mencari, namun sangat disayangkan belum ada yang bisa menerima kondisi dirinya yang seperti sekarang. Mau ikut kelompok A, ia harus mampu merekrut minimal 10 orang untuk pengembangan jaringan. Mau ikut kelompok B, tidak diperkenankan karena, jumlah anggota sudah memenuhi kuota, sehingga jika memaksa untuk ikut pun akan di gabungkan dengan kelompok lain yang jauh dari rumahnya. Sementara untuk memenuhi semua persyaratan dari kelompok-kelompok tersebut rasanya tidak mungkin, karena ia harus mengurusi anak-anaknya yang kecil dan suaminya dengan intens di rumah. Se- ekslusif itukah untuk dapat memperoleh pengetahuan tentang islam? Tanyanya pasrah dengan nada suara memelas.

Setelah pembicaraan melalui telepon itu berakhir, sambil merenungkan realita tentangnya, saya teringat akan suatu peristiwa di jaman Rasulullah SAW dahulu. Ketika itu beliau SAW sedang duduk bersama Walid bin Mugirah, seorang pemuka Quraisy yang di segani. Kemudian datanglah seorang lelaki buta bernama Ibnu Ummi Maktum menghampiri Rasulullah SAW sambil meraba-raba, menyela pembicaraan Rasulullah SAW dan meminta agar beliau SAW mengajarkan beberapa ayat kepadanya dengan memaksa. Ibnu ummi Maktum tidak mengetahui bahwa saat itu Rasulullah SAW sedang berdakwah pada para pemuka Quraisy. Namun demikian Rasulullah SAW tidak menghardik atapun menegurnya, hanya saja beliau menampakkan air muka tidak berkenan. Pada akhirnya Allah SWT menegurnya melalui turunnya surat Abasa (80:1-16) : “ Dia (nabi) merengut dan membuang muka. Sebab ada orang buta datang kepadanya. Tetapi adakah yang memberitahu engkau, kalau-kalau ia ingin membersihkan hati? Atau ia mendapat peringatan dan pelajaran yang berguna baginya? Adapun orang yang merasa dirinya berkecukupan. Kepadanya engkau memberikan perhatian. Padahal apalah salahmu jika ia tidak mau memberihkan hati. Tetapi jika ada orang yang datang kepadamu dengan sungguh-sungguh berusaha. Dan dengan penuh rasa takut (dalam hatinya). Sedang engkau tidak memperhatikannya. Sekali-sekali janganlah begitu! Sungguh ini suatu pelajaran! Maka barang siapa mau, perhatikanlah! Dalam lembaran-lembaran yang dimuliakan. Di junjung tinggi dan tetap suci. (Ditulis) dengan tangan para penulis. Terhormat, jujur dan taat mengabdi.”
(Berdasarkan riwayat dari Sa’îd ibn Yahyâ ibn Sa’îd Al-Umawî, dari ayahku, dari Hisyâm ibn ‘Urwah, dari ayahnya (‘Urwah ibn Zubeir) dari ‘âisyah ra. berkata: Diturunkan tentang Ibn Ummî Maktûm Al-A’mâ, dia (Ibn Ummî Maktûm) mendatangi Rasulullah saww. seraya berkata: “Berilah aku petunjuk!” saat itu Rasulullah SAW sedang bersama pembesar musyrikin, lalu Rasulullah saww berpaling darinya (Ibn Ummî Maktûm) dan menghadap pada yang lain (pembesar musyrikin). Kemudian Ibn Ummî Maktûm bertanya: “Apakah saya melakukan kesalahan dalam ucapan saya tadi?” Rasulullah SAW menjawab: “Tidak.” Maka dalam peristiwa ini turunlah surah ‘Abasa.)

Sesungguhnya niat rasulullah menolak Ibnu Ummi maktum bukanlah disebabkan oleh kebutaan dan ketidak berdayaan lelaki buta itu. Juga bukan karena Walid bin Mugirah adalah seorang yang kaya. Niat mulia semula Rasulullah lebih meladeni Walid bin Mugirah adalah atas dasar pertimbangan bahwa jika pemuka Quraisy itu dapat menerima Islam maka akan terjadi perkembangan yang signifikan atas kemajuan Islam dibanding jika ia meladeni Ibnu Ummi Maktum.

Namun demikian Allah SWT sangat menyayangi Rasulullah SAW. Sehingga ketika beliau SAW memperlihatkan wajah yang kurang berkenan maka Allah SWT langsung menegur agar Rasulullah SAW terhindar dari perilaku yang sia-sia dan terkesan negatif itu. Sejak saat itu Rasullullah SAW selalu menampakkan wajahnya yang berseri-seri setiap bertemu dengan Ibnu ummi maktum sambil menyapanya “ selamat datang wahai siapa yang aku di tegur karena ia oleh Tuhanku”

Menurut pandangan saya sebagai orang awam ada beberapa ibroh yang dapat saya ambil dari kisah yang mulia ini. Pertama adalah bahwa seorang Rasul pun dapat membuat kesalahan karena beliau adalah juga manusia. Yang artinya ajaran keselamatan yang di embannya untuk disampaikan kepada seluruh penghuni dunia adalah bukan hal yang mustahil untuk dilaksanakan oleh manusia manapun dan dari generasi zaman kapanpun. Ketika Allah menurunkannya kepada manusia, tentu Allah sudah dapat mengukur bahwa manusia mampu melaksanakannya. Oleh karena itu ia tidak memberi amanah ini pada mahkluk ciptaanNya yang lain selain manusia. Sehingga ketika kita di wajibkan menjalankan syariatNya secara kaffah, jangan ada lagi alasan tidak bisa karena kita bukan nabi atau rasul pilihan Allah. Apalagi karena alasan itu, kita berkeyakinan mengerjakan yang mudah-mudah saja sesuai yang kita mau, dan meninggalkan yang susah-susah karena kita merasa tidak semampu Rasul dan Nabi.

Ibroh kedua , bahwa setiap manusia dengan status ekonomi dan bangsa/ras manapun sangat berhak menerima pencerahan, dimanapun mereka berada kepada para alim ulama yang tersebar di seluruh penjuru dunia ini, untuk membersihkan hatinya dari ketidaktahuaannya akan ajaran keselamatan ini. Dan siapapun serta kapanpun itu, adalah sebuah kewajiban bagi yang berilmu, untuk dapat menerima dan ‘merangkul’ mereka yang tidak tahu dengan tangan terbuka dan pintu selebar-lebarnya tanpa mempersulit dengan syarat-syarat yang memberatkannya saat itu.

Semoga Allah senantiasa memberikan keselamatan dan menjaga cahaya keimanan di setiap hati orang-orang yang berilmu, beriman dan bertakwa. Sehingga risalah keselamatan Rahmatan lil Alamin dapat terus berkesinambungan hingga akhir jaman. Wallahualam.

0 komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR SAHABAT

INSIST

Hidayatullah ONLINE