Kamis, 14 Maret 2013

Mereka Panggil Aku Wanita Pemakan Jantung

Posted by Kak Galuh On 08.22 | 1 comment
Dadaku bergemuruh menyaksikan kaum Muslimin yang sedang shalat di sekeliling Ka’bah. Apa yang terjadi dengan qolbu-ku? Mengapa rasanya begitu berbeda seperti sebelumnya? Lelaki itu, Muhammad, lelaki yang memimpin kaum Muslimin melaksanakan sujud di Ka’bah, aku membencinya dengan segenap jiwa ragaku. Tapi hari ini, setelah ku saksikan semua ini, aku menyangkal rasa benci itu. Mengapa rasanya aku ingin turut bersama mereka? Apa ini yang sudah dirasakan suamiku sehari sebelumnya? Bergemuruh jugakah seperti diriku? Aku malu. Aku takut.  Tapi aku juga ingin merasakan kegembiraan yang meluap-luap itu, seperti saudara-saudaraku yang lain, yang telah bergabung bersama Muhammad, lelaki terakhir penerima wahyu Ilahi. Oh Tuhan, bantulah aku.

“Siapa yang masuk ke rumah ku, maka ia akan selamat”. teriakan suamiku tempo hari masih terngiang jelas di telingaku. Bodoh sekali aku, yang tak mempercayai ucapannya di hadapan kaum-ku. Padahal suamiku telah mengetahui kedatangan kaum Muslimin jauh sebelum mereka memasuki kota Mekkah dan menaklukkannya. Bertahan pada harga diri yang salah, telah membuatku buta pada kebenaran cahaya Ilahi. Dengan lantang dan tanpa keraguan, suamiku mengingatkan kaum-ku untuk menyelamatkan diri dari pasukan Muhammad. Tapi aku mencegahnya dengan menyebarkan dusta terhadap seseorang yang seharusnya kutaati karena haknya yang besar padaku. Aku telah membuat kesalahan dengan menghina suamiku sebagai pemimpin kaumnya yang buruk. Saat itu, aku tak terima. Ia memutuskan memeluk Islam dan berdiri bersama pasukan Muhammad yang ku benci. Ia peringatkan setiap orang untuk menyerah dan memeluk Islam bersamanya. Tentu saja aku tak terima. Bukankah selama ini, ia bersama petinggi Quraisy adalah pemimpin yang ajeg mempertahankan agama nenek moyang kami?  Apa yang membuatnya berubah seketika. Namun ia tak menyerah dan termakan oleh hasutanku. Ia tetap memperingatkan kaum-ku untuk mengikuti Muhammad sebagai pemimpin baru kami. “Celakalah kalian! Jangan terperdaya oleh ocehan perempuan itu, sungguh Muhammad telah datang dengan membawa kekuatan yang tidak mungkin kalian hadapi” lalu seseorang dari kaum-ku menginterupsinya “semoga Allah membinasakanmu. Mana cukup rumahmu untuk menampung kami semua.”dan suamiku masih mempertahankan ucapannya seraya berkata” barang siapa yang menutup pintunya maka dia aman. Barang siapa masuk ke masjid maka dia aman.” Setelah mendengar penjelasan suamiku yang sudah lebih masuk akal, lalu mereka berpencar dari kerumunan. Ada yang pulang kerumah dan menutup pintu rumahnya, ada pula yang masuk ke dalam masjid. Aku tak percaya menyaksikan ini terjadi. Mereka bagaikan kerbau yang di cocok hidungnya oleh ucapan-ucapan suamiku. Aku menyesal karena tak turut mempercayai kebenarannya ketika itu. Dan saat Mekkah benar-benar di taklukkan oleh Muhammad beserta pasukan Muslimin. Ada rasa takut yang menghujam sanubariku.

Rasa takut-ku bukan tak beralasan. Tidak serta-merta karena aku adalah seorang Quraisy yang menentang ajaran baru Muhammad. Tapi ini semua karena ku teringat akan apa yang ku lakukan pada Hamzah bin Abdul Munthalib. Dendamku yang membara kepada Singa Allah itu telah menutupi nurani kemanusiaanku. Terbayang-bayang olehku kematian Ayah, paman dan saudara kandungku pada perang Badar. Hamzah telah membunuh Ayah, lalu dengan bantuan Ali bin Abu Thalib ia bunuh juga paman dan saudara lelaki yang sangat ku sayangi. Aku sedih dan kecewa atas kematian mereka. Kesedihan ini menimbulkan dendam kesumat yang membara. Lalu kaum-ku merancang penyerangan balik dengan strategi, pasukan dan alat perang yang lebih lengkap dari sebelumnya.  Semua itu kami persiapkan demi membalas kekalahan saat Badar. Setahun kemudian, rencana ini terealisasikan pada perang Uhud. Suamiku yang perkasa, memimpin pasukan Quraisy dan membawa kami para wanita ikut serta ke medan peperangan. Hal ini kami lakukan untuk menyemangati pasukan Quraisy agar mampu mengembalikan harga diri kami yang telah terinjak-injak sebelumnya. Bahkan aku telah menghasut Wahsyi bin Harb, budak  milikku yang telah kuketahui kemahirannya dalam melempar tombak, untuk turut dalam peperangan dan menjadikan Hamzah sebagai target utamanya. Jika ia berhasil membunuh Hamzah, maka ku hadiahkan padanya kemerdekaan sebagai budak dan beberapa hartaku. Wahsyi pun tak menyiakan kesempatan emas ini. Apa lagi yang diharapkan seorang budak selain kemerdekaannya yang hakiki.

Gencarnya perlawanan kaum Muslimin membuat kami kewalahan. Entah kekuatan dari mana yang menyebabkan mereka menjadi terlihat banyak melebihi pasukan kami, begitu perkasa dan tak takut mati menghadapi kami. Bayang-bayang kekalahan Badar menghantui kami kembali. Kami pun sempat ingin melarikan diri atas sengitnya serangan pasukan Muslimin. Namun, ketika ada beberapa kelompok yang sedang lengah, kami mencoba untuk kembali melawan. Dan keadaan menjadi berbalik. Kelengahan pasukan Muslimin memberikan celah bagi kami untuk membalas. Sebagian dari mereka sibuk mengumpulkan harta rampasan perang. Oleh karenannya, kami mampu memukul mundur mereka. Kemenangan ini semakin terasa menggembirakanku pada saat itu, karena ternyata Wahsyi mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Ia mampu membunuh Hamzah dengan tombaknya hingga menembus ke belakang perut. Aku tak kuasa menahan kegembiraan yang penuh dengan hawa nafsu. Bersama dengan beberapa wanita Quraisy lainnya ku rusak tubuh Hamzah. Ku mutilasi hidung dan kupingnya. Lalu perutnya ku robek hingga terlihat jantungnya. Masih belum terpuaskan oleh rasa benci yang menggelora, aku memakan jantung Hamzah. Sungguh menjijikan perilaku ku saat itu. Tak kuasa ku menelannya, lantas kumuntahkan kembali, sampai-sampai suamiku tak mau bertanggung jawab atas kejadian itu. Aku senang, puas karena kematian Ayah-ku Utbah, pamanku Syaibah dan Saudara laki-lakiku Al-Walid telah terbalaskan. Perasaan senang yang semu. Sesemu keyakinanku pada agama warisan nenek moyang kami dulu. Ya Allah, ampuni aku.

Kini, aku takut darahku tertumpah oleh kaum Muslimin atas kematian Hamzah yang sangat biadab oleh ke jahiliyahan-ku. Sebenarnya dalam hati kecilku, aku membenarkan segala perkataan Muhammad tentang iman dan islam. Dan perasaan itu semakin kuat kurasakan saat ini. Saat dimana, ada sejumlah kelompok yang berkerumun memuja Tuhannya mampu membuat bulu kuduk-ku merinding. Hari ini hari kedua setelah peristiwa fathu makkah. Penaklukan terhadap Mekkah ini, tak semata-mata merupakan kemenangan kaum Muslimin saja. Karena sejatinya kemenangan ini adalah kemenangan untuk seluruh alam beserta isinya. Inilah visi dan misi lelaki bersahaja itu. Sungguh mulia. Sungguh berat. Dan aku telah menodai kebenaran yang sempurna ini dengan memperturutkan hawa nafsu belaka. “aku ingin mengikuti dan berbai’at pada Muhammad, maka bawalah aku menghadapnya !” pintaku seketika. Suamiku terkejut mendengarnya. Ia mendapati ku selama ini sebagai perempuan yang keras terhadap prinsip, hingga ia berkata padaku “ Sungguh, aku melihat kemarin kamu benci dengan perkataan tersebut?” “Demi Allah, aku belum pernah melihat Allah di sembah dengan sebenar-benarnya di dalam masjid sebagaimana yang aku lihat kemarin malam. Demi Allah, kemarin malam aku melihat orang-orang tidak melakukan selain shalat dengan berdiri, rukuk, dan bersujud.” Bergetar hatiku saat menceritakan peristiwa yang menakjubkan itu. Semua yang kubicarakan pada suamiku terjadi dengan sendirinya tanpa pernah ku rancang sebelumnya. Spontan saja, mengikuti kata hati dan tak dapat ku tahan. “sesungguhnya engkau telah banyak berbuat salah, maka pergilah bersama laki-laki dari kaum-mu.” Ucap suamiku menanggapi.

Tanpa banyak bertanya lagi aku datang pada Umar bin Khattab. Dan Umar menjamin keselamatanku hingga aku berbai’at bersama beberapa wanita quraisy lainnya. Dengan perasaan yang semakin mantab, kukenakan cadar untuk menemui laki-laki terhormat dan termulia sepanjang jaman ini. Berbaris di hadapannya tak mampu mengurangi kecemasanku akan dosa yang pernah ku perbuat terhadap Hamzah. Cadar ini semata untuk menyamarkan perempuan jahiliyah pendosa seperti ku agar tak mendatangkan keburukan seperti keburukan yang pernah kulakukan sebelumnya.  Akhirnya tibalah saat-saat mendebarkan bagiku. Lelaki pilihan Allah itu mulai membai’at kami “kalian bai’at aku dengan syarat kalian tidak menyekutukan sesuatupun dengan Allah dan tidak mencuri” aku tak dapat menahan kegundahan tentang perkataannya hingga ku katakan apa yang terjadi padaku sebelumnya “wahai Rasulullah, sesungguhnya suamiku Abu Sofyan adalah lelaki yang sangat kikir. Bagaimana jika aku mengambil sebagian hartanya tanpa dia ketahui?” “semua yang engkau ambil telah ku halalkan!’ ucap suamiku seketika yang berada tak jauh dari kami. Mendengar dialog antara aku dan suamiku, lelaki bersahaja itu tersenyum dan langsung mengenaliku. Ia berkata,“engkau pasti Hindun binti Utbah.” “wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang memenangkan Dien yang telah dipilih-Nya sehingga bermanfaat bagiku, semoga Allah merahmati anda wahai Muhammad.

Sesungguhnya aku adalah wanita yang telah beriman kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya” tak kuasa lagi segera kuakhiri penyamaranku dengan membuka cadar seraya berkata “akulah Hindun binti Utbah, maka maafkanlah dosaku yang silam, semoga Allah memaafkan engkau” dan ia pun menyambutku dengan penuh keramahan “selamat datang untukmu”. Kemudian ia melanjutkan bai’atnya, hingga ku bertanya padanya “wahai Rasulullah, bolehkah kami bersalaman denganmu? “ia pun menjawab dengan lugas “sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita. Perkataanku kepada seratus wanita, seperti perkataanku kepada seorang wanita.” Sungguh di luar perkiraan. Lelaki bijaksana yang ada dihadapanku ini benar-benar menampakkan kemuliaan agama cahaya yang menyinarinya. Ia telah memaafkan orang yang telah memakan jantung sahabat sekaligus pamannya, Hamzah. Tak ada keraguan lagi dalam hati ku untuk memeluk cahaya Ilahi ini sebagai agama baru ku. “Demi Allah, tidak ada di atas bumi ini,  penghuni kemah yang aku lebih suka mereka terhina daripada penghuni kemahmu. Sekarang, tidak ada di atas bumi ini, penghuni kemah yang aku lebih suka mereka mulia daripada penghuni kemahmu” ungkapku tulus pada lelaki yang di juluki Al-Amin itu. Lalu ia menjawab “demi yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya semoga kamu begitu pula”. 

Sesampai ku di rumah, kurenungi peristiwa yang baru saja kualami. Peristiwa yang membalikkanku ke titik nol. Titik dimana aku sadar siapa diriku dan untuk apa aku ada di dunia ini. Menangislah aku sejadi-jadinya. Betapa aku telah menyia-nyiakan waktuku selama ini hanya untuk sesuatu yang bathil. Sesuatu yang tak ada jaminannya untuk kupertahankan. Lihatlah patung-patung yang berada di sudut rumahku itu. Aku benci pada mereka. Tak ada yang bisa menahanku untuk mengambil kapak di dapur. Kuhampiri sembahan palsu yang telah menipu keimananku berpuluh tahun yang lalu. Yang menyebabkan qalbu ku menadi mati hingga mampu membunuh dengan kejam seorang solihin seperti Hamzah. “kau telah memperdayaiku” teriak ku geram sambil menghantamkan kapak pada berhala menjijikkan di depanku itu. Tamat sudah riwayatnya. Mereka sudah hancur berkeping-keping bersama kejahiliyahanku yang telah kubunuh dan ku kubur. Lelah setelah melakukannya, lelah terhadap kebohongan yang selama ini menopengi kehidupan kelamku. Tapi juga ada semilir kelegaan yang berhembus makin dalam ke rongga-rongga jiwaku. Kebohongan itu telah tergantikan oleh kebenaran iman yang pasti. Yang menjamin kebersihan hati. Sungguh mulia akhlakmu duhai Rasulullah. Tak sedikitpun kau menoreh dendam padaku yang merupakan musuhmu di masa lalu. Kemuliaan ini adalah gambaran dari keyakinan baru yang kau tawarkan pada kami sejak dulu. Begitu indah, begitu benar. Katamu kami semua sama. Yang membedakan kami adalah ketakwaan kami pada-Nya. Tak perduli seberapa kelam masa lalu kami. Baik yang lebih dulu beriman maupun yang kemudian, semuanya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi kekasih-Nya. Keyakinan yang kau pertahankan itu telah memberikan kesempatan pada kami untuk menafasi kehidupan kami dengan kebenaran. Dan ini telah membuat hati kami lebih lapang dalam menjalani kehidupan ya Rasulullah. Meskipun hingga kini tak sedikit yang masih memanggilku dengan julukan Aklatul Akbad, Wanita pemakan jantung!  ***

Allahuma Shalli ala Muhammad, Ya Robbi Sholli Allaihi Wa Sholli….



Sumber:
1.    Buku “35 Sirah Shahabiyah”
2.    Nisaa’ Haular Rasuuli, Mahmud Mahdi Al-Istanbuli dan Musthafa Abu Nashr Asy-Syalabi.
3.    Tahdziibul Asmaa’ wal Lughaat, An-Nawawi
4.    Buku “ Tokoh-tokoh wanita di sekitar Rasulullah SAW”, Muhammad Ibrahim Salim

Nukilan hadist:
1.    Dari Abdullah bin Az-Zubair ra diriwayatkan: “ketika hari penaklukan Mekkah, Hindun Binti Utbah masuk Islam, dan masuk islam juga Ummu Hakim binti al-Haritz bin Hisyam istri Ikramah didikuti sepuluh wanita Quraisy”
2.    Aisyah berkata:”Hindun binti Utbah datang lalu ia berkata;’wahai Rasullullah, dahulu tidak ada di permukaan bumi ini penghuni kemah yang aku lebih suka mereka terhina melebihi penghuni kemahmu. Sekarang tidak ada di seluruh bumi ini penghuni kemah yang aku lebih suka mereka melebihi penghuni kemahmu’ nabi SAW menjawab;’Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, semoga begitu pula dirimu…’ (HR Bukhori dan Muslim)
3.    Imam Ath-Thabari berkata : “Hindun menemui Rasulullah SAW sambil mengenakan cadar dan menyamar, sebab perbuatannya terhadap Hamzah, dank arena ia takut Rasulullah SAW menghukumnya atas perbuatan itu. Mualailah Rasulullah SAW berkata kepada para wanita, dan Hindu nada diantara mereka: ‘Kalian bai’at aku dengan syarat kalian tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan Allah dan tidak mencuri.
4.    Pada hari penaklukan mekkah, hindun binti utbah masuk islam bersama orang-orang perempuan.mereka datang kepada RasulullahSAW yang sedang berada di Al-Abthah, kemudian membaiatnya. Hindun berbicara, maka dia berkata :”wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah memenangkan agama yang dipilih-Nya. semoga hubungan kekeluargaanmu bermanfaat bagiku. Wahai Muhammad, sungguh aku seorang wanita yang beriman kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya” kemudian ia membuka cadarnya dan berkata :”aku adalah Hindun Binti Utbah” Rasulullah bersabda:”selamat datang untukmu”. Hindun berkata:”Demi Allah, tidak ada diatas bumi ini penghuni kemah yang aku lebih suka mereka terhina dari pada penghuni kemahmu. Sekarang, tidak ada diatas bumi ini penghuni kemah yang aku lebih suka mereka mulia daripada penghuni kemahmu”. Lebih lanjut Rasulullah SAW berbicara dan membacakan Al-Quran kepada mereka dan membaiatnya. Diantara mereka Hindun berkata: ”wahai Rasulullah, bolehkah kami bersalaman denganmu?” Rasulullah SAW menjawab “Sesungguhnya aku tidak bersalaman dengan wanita. Perkataanku pada seratus orang wanita seperti perkataanku pada satu orang wanita” (HR. Malik, Tirmidzi, dan Nasai). [gkw]


Rabu, 06 Maret 2013

Nama lengkapnya adalah Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah bin Amir bin Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin Habib bin Nadhir bin al-Kham bin Yakhurn dari keturunan Harun bin Imran. Ibunya bernama Barrah binti Samaual darin Bani Quraizhah. Shafiyyah dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah, atau dua tahun setelah masa kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.. Ayahnya adalah seorang pemimpin Bani Nadhir.

Sejak kecil dia menyukai ilmu pengetahuan dan rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan datang seorang nabi dari jazirah Arab yang akan menjadi penutup semua nabi. Pikirannya tercurah pada masalah kenabian tersebut, terutama setelah Muhammad muncul di Mekah Dia sangat heran ketika kaumnya tidak mempercayai berita besar tersebut, padahal sudah jelas tertulis di dalarn kitab mereka. Demikian juga ayahnya, Huyay bin Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum muslimin.

Sifat dusta, tipu muslihat, dan pengecut ayahnya sudah tampak di mata Shafiyyah dalam banyak peristiwa. Di antara yang menjadi perhatian Shafiyyah adalah sikap Huyay terhadap kaumnya sendiri, Yahudi Bani Quraizhah. Ketika itu, Huyay berjanji untuk mendukung dan memberikan pertolongan kepada mereka jika mereka melepaskan perjanjian tidak rnengkhianati kaurn muslimin (Perjanjian Hudaibiyah). Akan tetapi, ketika kaum Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut, Huyay melepaskan tanggung jawab dan tidak menghiraukan mereka lagi. Hal lain adalah sikapnya terhadap orang-orang Quraisy Mekah. Huyay pergi ke Mekah untuk rnenghasut kaum Quraisy agar memerangi kaum muslimin, dan mereka menyuruhnya mengakui bahwa agama mereka (Quraisy) lebih mulia daripada agama Muhammad, dan tuhan mereka lebih baik daripada tuhan Muhammad.

Masa Pernikahannya
Sayyidah Shauiyyah bin Huyay r.a. telah dua kali menikah sebelurn dengan Rasulullah. Suami pertamanya bernama Salam bin Musykam, salah seorang pemimpin Bani Quraizhah, namun rumah tangga mereka tidak berlangsung lama. Suami keduanya bernama Kinanah bin Rabi’ bin Abil Hafiq, yang juga salah seorang pemimpin Bani Quraizhah yang diusir Rasulullah dan kemudian menetap di Khaibar.

Penaklukan Khaibar dan Penawanannya
Perang Khandaq telah membuka tabir pengkhianatan kaum Yahudi terhadap perjanjian yang telah mereka sepakati dengan kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. segera menyadari ancaman yang akan menimpa kaum muslimin dengan berpindahnya kaum Yahudi ke Khaibar kernudian membentuk pertahanan yang kuat untuk persiapan menyerang kaum muslimin.

Setelah perjanjian Hudaibiyah disepakati untuk menghentikan permusuhan selama sepuluh tahun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. merencanakan penyerangan terhadap kaum Yahudi, tepatnya pada bulan Muharam tahun ketujuh hijriah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. memimpin tentara Islam untuk menaklukkan Khaibar, benteng terkuat dan terakhir kaum Yahudi. Perang berlangsung dahsyat hingga beberapa hari lamanya, dan akhirnya kemenangan ada di tangan umat Islam. Benteng-benteng mereka berhasil dihancurkan, harta benda mereka menjadi harta rampasan perang, dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan perang. Di antara tawanan perang itu terdapat Shafiyyah, putri pemimpin Yahudi yang ditinggal mati suaminya.

Bilal membawa Shafiyyah dan putri pamannya menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam.. Di sepanjang jalan yang dilaluinya terlihat mayat-mayat tentara kaumnya yang dibunuh. Hati Shafiyyah sangat sedih melihat keadaan itu, apalagi jika mengingat bahwa dirinya menjadi tawanan kaum muslimin. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. memahami kesedihan yang dialaminva, kemudian beliau bersabda kepada Bilal, “Sudah hilangkah rasa kasih sayang dihatimu, wahai Bilal, sehingga engkau tega membawa dua orang wanita ini melewati mayat-mayat suami mereka?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. rnemilih Shafiyyah sebagai istri setelah terlebih dahulu menawarkan Islam kepadanya dan kemudian diterirnanya.

Seperti telah dikaji di atas, Shafiyyah telah banyak memikirkan Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak dia belum mengetahui kerasulan beliau. Keyakinannya bertambah besar setelah dia mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Anas r a. berkata, “Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyay bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku sudah rnengharapkanrnu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah merneluk Islam.” Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada Rasulullah dan rindunya terhadap Islam.

Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan sesuatu dalarn tidurnya kemudian dia ceritakan mimpi itu kepada suaminya. Mengetahui takwil dan mimpi itu, suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya. Rasulullah melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kemudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, ‘Apakah engkau suka menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah?’ Kemudian dia menampar wajahku.”

Menjadi Ummul-Mukminin
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. menikahi Shafiyyah dan kebebasannya menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan beliau dengan Shafiyyah didasari beberapa landasan. Shafiyyah telah mernilih Islam serta menikah dengan Rasulullah ketika beliau memberinya pilihan antara memeluk Islam dan menikah dengan beliau atau tetap dengan agamanya dan dibebaskan sepenuhnya. Ternyata Shafiyyah memilih untuk tetap bersama Nabi, Selain itu, Shafiyyah adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat membahayakan kaum muslimin, di samping itu, juga karena kecintaannya kepada Islam dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. menghormati Shafiyyah sebagaimana hormatnya beliau terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, istri-istri beliau menyambut kedatangan Shafiyyah dengan wajah sinis karena dia adalah orang Yahudi, di samping juga karena kecantikannya yang menawan. Akibat sikap mereka, Rasulullah pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang dia lontarkan tentang Shafiyyah. Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta Shafiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rasulullah berkata kepada Zainab, ‘Unta tunggangan Shafiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dan untamu?’ Zainab menjawab, ‘Akankah aku memberi kepada seorang perempuan Yahudi?’ Akhirnya, beliau meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan Muharam. Artinya, beliau tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan. Zainab berkata, ‘Sehingga aku putus asa dan aku mengalihkan tempat tidurku.” Aisyah mengatakan lagi, “Suatu siang aku melihat bayangan Rasulullah datang. Ketika itu Shafiyyah mendengar obrolan Hafshah dan Aisyah tentang dirinya dan mcngungkit-ungkit asal-usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu kepada Rasulullah sambil menangis. Rasulullah menghiburnya, ‘Mengapa tidak engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa.” Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga disebutkan, “Ketika Shafiyyah mendengar Hafshah berkata, ‘Perempuan Yahudi!’ dia menangis, kemudian Rasulullah menghampirinya dan berkata, ‘Mengapa cngkau menangis?’ Dia menjawab, ‘Hafshah binti Umar mengejekku bahwa aku wanita Yahudiah.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. bersabda, ‘Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia banggakan kepadamu?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. kemudian berkata kepada Hafshah, ‘Bertakwalah engkau kepada Allah, Hafshah!”

Salah satu bukti cinta Hafshah kepada Nabi terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Saad dalarn Thabaqta-nya tentang istri-istri Nabi yang berkumpul menjelang beliau wafat. Shafiyyah berkata, “Demi Allah, ya Nabi, aku ingin apa yang engkau derita juga menjadi deritaku.” Istri-istri Rasulullah memberikan isyarat satu sama lain. Melihat hal yang demikian, beliau berkata, “Berkumurlah!” Dengan terkejut mereka bertanya, “Dari apa?” Beliau menjawab, “Dari isyarat mata kalian terhadapnya. Demi Allah, dia adalah benar.”

Setelah Rasulullah wafat, Shafiyyah merasa sangat terasing di tengah kaum muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dan Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. Ketika terjadi fitnah besar atas kematian Utsrnan bin Affan, dia berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits Nabi. Dia wafat pada masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian menguburkannya di Baqi’. Semoga Allah memberinya tempat yang lapang dan mulia di sisiNya. Amin.

Sumber: buku Dzaujatur-Rasulullah

Kamis, 28 Februari 2013

Asma Binti Umais Muslimah Pilihan

Posted by Kak Galuh On 13.00 | No comments
SIAPAKAH ASMA' BINTI UMAIS
Ibn Katsir menulis di dalam kitabnya Bidayah wan Nahiyah beliau ialah  Asma binti Umais bin Maadd bin Tamin al Khatsamiyyah adalah isteri Khalifah Abu Bakar ra yang sebelumnya diperisterikan oleh Jafar bin Abi Talib.

Dari perkahwinan dengan Jafar bin Abi Talib beliau  melahirkan tiga putra yakni Abdullah, Muhammad dan Aunan.[ kitab Nisaa’ Haular Rasuul, karya Mahmud Mahdi al-Istanbuli dan Musthafa Abu an-Nashr asy-Syalabi ]

Perkahwinan dengan Abu Bakar ra beliau melahirkan Muhammad bin Abu Bakar ra. Apabila Asma berkahwin dengan Ali ra, maka Muhammad bin Abu Bakar menjadi anak tiri atau anak angkat kepada Ali ra.

Setelah Abu Bakar ra meninggal dunia beliau berkahwin pula dengan Ali bin Abi Talib , adek suaminya yang pertama.[Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini] Beliau adalah isteri ke enam bagi Ali ra.

Perkhwinan dengan Ali melahirkan Yahya dan Muhammad al Ashgar.Ibn Katsir mengambil riwayat ini dari Ibnul Kalbi. Bagaimanapun Ibn Katsir mengatakan al Waqidi mengatakan “ Beliau memperoleh dua orang putra darinya, Yahya dan Aun, adapun Muhammad al Ashghar berasal dari ummul walad[Ummul walad adalah hamba wanita]. Dalam hal ini kita dapati ada perselisihan pendapat penulis sejarah.

FITNAH PERIHAL RENGGANGNYA KELUARGA ABU BAKAR RA. DENGAN KELUARGA ALI RA.
Suatu yang istimewa dengan Asma binti Umais, beliau adalah sahabat terdekat Sitti Fatimah r.a. Asma inilah yang mendampingi Fatimah r.a. dengan setia dan melayaninya dengan penuh kasih-sayang  semasa sakit  hingga detik-detik terakhir hayatnya.[Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.Oleh H.M.H. Al Hamid Al Husaini]

Kalau demikian rapat hubungan Asma ra  dengan Fatimah ra bermakna rapat jugalah hubungan dengan Abu Bakar ra , kerana masa itu Asma adalah isteri Khalifah Abu Bakar. Perlu diingat Fatimah ra meninggal dunia enam bulan selepas Rasullah saw meninggal dunia. Jadi bagaimana boleh timbul fitnah kerengangan hubungan Fatimah ra dan Ali ra dengan Abu Bakar ra.? Dikatakan berita kewafatan Fatimah ra. telah dirahsiakan dari pengetahuan Abu Bakar ra.

Rumah Fatimah r.a @ Ali r.a  hanya ditepi masjid Nabawi, dan ABu Bakar adalh Imamnya – mungkinkah kematian Fatimah r.a menjadi rahsia? Asma bt Umais r.a yang menguruskan jenazah Fatimah r.a adalah sahabat baik Fatimah r.a adalah isteri Abu Bakar r.a!

HIJRAH ASMA’ KE MADINAH
PERJALANAN dari Habsyah ke Madinah terasa begitu lama. Rindu pada insan mulia, anak saudara suaminya sendiri, membuak-buak di hatinya. Meskipun hidup di Habsyah aman dan tenang di bawah pemerintahan Najasyi yang adil serta terhindar daripada gangguan kafir Quraisy, hatinya tetap rindu bagi bersama insan mulia dalam menegakkan agama Islam.

"Jauh lagikah? Saya tidak sabar tiba di Madinah. Inilah yang saya harapkan sekian lama;' kata Asma' binti Umais pada suaminya, Jaafar bin Abi Talib yang mengetuai penghijrahan kaum Muslimin ke Habsyah.
"Insya-Allah tidak lama lagi;' jawab Jafar lirih.

Jaafar memandang ketiga-tiga anaknya yang dilahirkan di Habsyah iaitu Muhammad, Abdullah dan Aun. Mereka masih kecil dan belum mengerti apakah yang sedang bergolak di hati ibu dan ayah mereka. Mereka belum tahu erti perjuangan menegakkan agama Islam.

Namun, di bawah didikan Rasulullah nanti, Jaafar mahu melihat mereka membesar menjadi pejuang-pejuang agama yang memiliki iman yang kental. Jaafar kemudian menoleh pada isterinya. "Tidak sedihkah meninggalkan anak susuanmu Abdullah?" Jaafar cuba menduga hati Asma'. Asma' termenung mendengar pertanyaan suaminya itu. Tujuh tahun lamanya dia tinggal di Habsyah sesudah berhijrah ke sana bersama segelintir kaum Muslimin yang lain demi menyelamatkan diri daripada gangguan kafir Quraisy.

Selama tujuh tahun, mereka begitu akrab dengan Najasyi yang begitu baik kepada mereka. Selepas Najasyi masuk Islam di tangan Jaafar, Asma' mendapat tempat yang istimewa dalam keluarga raja itu. Ini terbukti apabila Najasyi menamakan puteranya nama yang serupa dengan anaknya, Najasyi meminta Asma' menyusukan puteranya bersama-sama anaknya.
"Abdullah anak susuan saya dan bumi Habsyah tetap saya ingati. Namun, rindu saya pada Rasulullah dan negara Islam Madinah, tidak ada tolak bandingnya;' jawab Asma'.
Jaafar terangguk-angguk mendengar kata-kata isterinya. "Saya mendapat khabar Rasulullah sedang menunggu kepulangan kita. Beliau juga begitu merindui kita semua kata Jaafar.
Selepas menempuh perjalanan yang lama, akhimya rombongan mereka tiba di Madinah. Ketika itu, kaum Muslimin sedang meraikan kemenangan mereka mengalahkan kafir Quraisy dalam perang Khaibar.
"Allahu akbar! Allahu akbar! Allahu akbar!" Rasulullah dan kaum Muslimin bertakbir memuji kebesaran Allah atas kemenangan mereka itu.

MUSLIMAH PILIHAN
Ketika itulah Jaafar dan rombongannya tiba di hadapan Rasulullah.
Sebaik sahaja beliau melihat Jaafar, beliau begitu gembira. Beliau segera memeluk Jaafar dan mencium dahinya.
"Demi Allah, aku tidak tahu mana yang lebih menggembirakan diriku, kedatangan Jaafar atau kemenangan Khaibar kata Rasulullah kepada seluruh hadirin.
Asma' dan Jaafar tinggal di Madinah dengan penuh bahagia di samping menimba ilmu yang berharga daripada Rasulullah.
"Isteriku, saya telah mendapat perintah daripada Rasulullah supaya berangkat ke Syam memerangi tentera Byzantine;' ujar Jaafar kepada Asma' pada suatu hari.
"Siapakah yang memimpin tentera Muslimin?" soal Asma'.
"Zaid bin Harisah. Akan tetapi, sekiranya dia syahid, sayalah yang menggantikan tempatnya jawab Jaafar, "Pergilah suamiku. Semoga Allah memberi kemenangan ke atas kaum Muslimin” kata Asma' kepada suaminya.

Seluruh umat Islam temanti-nanti kepulangan kaum Muslimin. Belum ada khabar berita sama ada kaum Muslim memperoleh kemenangan atau sebaliknya.
Hati Asma' bergetar apabila Rasulullah datang ke rumahnya. Rasulullah mendekati ketiga-tiga anak Asma', lalu mencium mereka dengan , mata berlinangan.
"Wahai Rasulullah, apakah yang membuatkan anda menangis? Adakah anda telah mendapat khabar tentang Jaafar dan sahabat-sahabatnya?" soal Asma'.
"Benar, dia telah gugur syahid hari ini” jawab Rasulullah ringkas.
Mendengar jawapan Rasulullah itu, Asma' tidak dapat menahan rasa sedihnya. Dia menangis teresak-esak di samping anak-anaknya. Namun, dia tetap sabar demi mengharapkan reda Allah .

ASMA’ MENJADI ISTERI ABU BAKAR AS-SIDDIQ
Tidak lama sesudah itu, Asma' berkahwin dengan Abu Bakar as-Siddiq selepas isteri beliau, Ummu Rumaan meninggaI. Asma' terus setia di samping Abu Bakar, sehingga beliau dilantik menjadi khalifah selepas Rasulullah wafat. Asma' juga bersabar ketika menghadapi saat-saat Abu Bakar sakit kuat. "Asma', apabila aku meninggal dunia, mandikanlah jasadku. Dan bukalah puasamu agar dirimu lebih kuat:” pesan Abu Bakar apabila dia merasakan maut semakin menghampirinya. "Baiklah:” jawab Asma' sambil matanya tidak lepas memandang suaminya yang berada di ambang sakaratul maut. Tidak lama kemudian, lnnalillahi wainna ilaihirojiun. Asma' berasa sedih dengan kematian Abu Bakar. Namun begitu, dia segera menunaikan wasiat Abu Bakar agar memandikan jenazahnya.

Asma' kembali bersendirian membesarkan anak-anaknya. Dia mendidik mereka dengan memohon kepada Allah agar memperbaiki anak-anaknya sehingga mereka akhirnya menjadi imam bagi orang-orang bertakwa.

ASMA’ MENJADI ISTERI ALI BIN ABI TALIB
Sedih yang dialami oleh Asma' segera diubati oleh Ali bin Abi Talib. Beliau datang meminang Asma' selepas Fatimah az-Zahra meninggal. Ketika Ali bin Abi Talib dilantik sebagai khalifah yang keempat, Asma' turut memikul tanggungjawab sebagai isteri khalifah bagi kaum muslimin dalam menghadapi peristiwa-peristiwa besar. Demikianlah Asma' binti Umais, wanita yang menjadi pendamping kepada tiga pemimpin besar kaum Muslimin iaitu Jaafar bin Abi Talib, Abu Bakar bin Siddiq dan Ali bin Abi Talib. Semoga Allah merahmatinya.

Asma' amat mencintai ketiga-tiga suaminya. Katanya, "Aku tidak melihat seorang pemuda daripada bangsa Arab yang lebih baik daripada Jaafar, dan aku tidak melihat seorang setengah baya yang lebih baik daripada Abu Bakar, dan Ali tidak kurang kebaikannya dibandingkan kedua-duanya".

Senin, 25 Februari 2013

“Sebaik-baik wanita ialah Maryam binti Imran. Sebaik-baik wanita ialah Khadijah binti Khuwailid,” (HR Muslim dari Ali bin Abu Thalib radiyallahu ‘anhu).
 
“Dan sebaik -baik wanita dalam masanya adalah Khadijah.”
“Dia beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, membantuku dengan hartanya ketika orang-orang tidak mau memberi bantuan, dan Allah Subhanahu wa ta’ala memberiku anak darinya ketika Dia tidak memberiku anak dari wanita lain.”

Bahkan jauh setelah meninggalnya Khadijjah, ada yang selalu membuat Asiyah cemburu. Rasullullah Muhammad SAW tak pernah lupa siapa dan bagaimana istri pertamanya. Apa yang kurang dari Aisyah? Muda, cantik, pintar.

Tapi semuanya ini tentang Khadijah binti Khuwailid istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pertama. Ia lahir pada tahun 68 sebelum Hijrah. Hidup dan tumbuh serta berkembang dalam suasana keluarga yang terhormat dan terpandang, berakhlak mulia, terpuji, berkemauan tinggi, serta mempunyai akal yang suci, sehingga pada zaman jahiliyah diberi gelar “Ath-Thahirah”.

Khadijah adalah wanita kaya yang hidup dari usaha perniagaan. Dan untuk menjalankan perniagaannya itu ia memiliki beberapa tenaga laki-laki, diantaranya adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam—sebelum beliau menjadi suaminya.

Sebenarnya Khadijah adalah wanita janda yang telah menikah dua kali. Pertama ia menikah dengan Zurarah At-Tamimi dan yang kedua menikah dengan Atid bin Abid Al-Makhzumi. Dan masing-masing wafat dengan meninggalkan seorang putera.

Pada masa jandanya, banyak tokoh Quraisy yang ingin mempersuntingnya. Namun ia selalu menolaknya. Dibalik semua itu, Allah memang telah mempersiapkan Khadijah binti khuwailid untuk menjadi pendamping Rasul-Nya yang terakhir, yakni Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk pembela dan penolong risalah yang beliau sampaikan.

Pada usianya yang ke empat puluh, beliau menikah dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada waktu itu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam belum diangkat menjadi rasul dan baru berusia 25 tahun.

Perbedaan usia tidaklah menimbulkan permasalahan bagi rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu membentuk rumah tangga dengannya tidak mempunyai isteri yang lainnya.

Pernikahannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikaruniai beberapa putera oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Qosim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Namun putera beliau yang laki-laki meninggal dunia sebelum dewasa.

Suatu hari Khadijah mendapatkan suaminya pulang dalam keadaan gemetaran. Terpancar dari raut wajahnya kekhawatiran dan ketakutan yang sangat besar. “Selimuti aku!…., Selimuti aku!…, “ seru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada isterinya. Demi melihat kondisi yang seperti itu, tidaklah membuat Khodijah menjadi panik. Kemudian diselimuti dan dicoba untuk menenangkan perasaan suaminya. Rasul pun segera menceritakan pada istrinya, kini tanpa disadarinya, tahulah ia bahwa suaminya adalah utusan Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan tenang dan lemah lembut, Khadijah berkata : ”Wahai putera pamanku, Demi Allah, dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Karena sesungguhnya engkau termasuk orang yang selalu menyambung tali persaudaraan, berkata benar, setia memikul beban, menghormati dan suka menolong orang lain”. Tutur kata manis dari sang istri menjadikan beliau lebih percaya diri dan tenang.

Diawal permulaan Islam, peranan Khadijah tidaklah sedikit. Dengan setia ia menemani suaminya dalam menyampaikan Risalah yang diemban oleh beliau dari Rabb Subhanahu wa Ta’ala. Wanita pertama yang beriman kepada Allah ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya menuju jalan Rabb-Nya. Dia yang membantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mengibarkan bendera Islam. bersama Rasulullah sebagai angkatan pertama. Dengan penuh semangat, Khadijah turut berjihad dan berjuang, mengorbankan harta, jiwa, dan berani menentang kejahilan kaumnya.

Khadijah seorang yang senantiasa menentramkan dan menghibur Rasul disaat kaumnya mendustakan risalah yang dibawa. Seorang pendorong utama bagi Rasul untuk selalu giat berda’wah, bersemangat dan tidak pantang menyerah. Ia juga selalu berusaha meringankan beban berat di pundak Rasul. Perhatikan pujian Rasul terhadap Khadijah: “Dia (Khadijah) beriman kepadaku disaat orang-orang mengingkari. Ia membenarkanku disaat orang mendustakan. Dan ia membantuku dengan hartanya ketika orang-orang tiada mau,” (HR. Ahmad, Al-Isti’ab karya Ibnu Abdil Ba’ar)

Kebijakan, kesetiaan dan berbagai kebaikan Khadijah tidak pernah lepas dari ingatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan sampai Khadijah meninggal. Ia benar-benar seorang istri yang mendapat tempat tersendiri di dalam hati Rasulullah shallallalhu ‘alaihi wa sallam. Betapa kasih beliau kepada Khadijah, dapat kita simak dari ucapan ‘Aisyah . “Belum pernah aku cemburu terhadap istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyebut-nyebut namanya, bahkan adakalanya menyembelih kambing dan dibagikannya kepada kawan-kawan Khadijah. Bahkan pernah saya tegur, seakan-akan di dunia tidak ada wanita selain Khadijah, lalu Nabi menyebut beberapa kebaikan Khadijah, dia dahulu begini dan begitu, selain itu, aku mendapat anak darinya.”

Khadijah binti Khuwailid, wafat tiga tahun sebelum hijrah dalam usia 65 tahun. Kepergiaannya membuat kesedihan yang sangat mendalam di hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun umat Islam. Ia pergi menghadap Rabb-Nya dengan meninggalkan banyak kebaikan yang tak terlupakan.

Itulah Khadijah binti Khuwailid, yang Allah pernah menyampaikan penghormatan (salam) kepadanya dan Allah janjikan untuknya sebuah rumah di Syurga. Sebagaimana telah disebut dalam hadist dari Abu Hurairah: “Jibril datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah, ini Khadijah datang kepada engkau dengan membawa bejana berisi lauk pauk atau makanan atau minuman. Apabila ia datang kepadamu, sampaikanlah salam kepadanya dari Tuhannya Yang Maha Mulia lagi Maha Agung dan juga dariku dan kabarkanlah berita gembira kepadanya mengenai sebuah rumah di surga yang terbuat dari mutiara di dalamnya tidak ada keributan dan kesusahan,” (HR Muslim dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu).
Itulah Bunda Khadijjah. Perempuan yang selalu membuat Aisyah cemburu. [tarbiyahkehidupan]

Senin, 11 Februari 2013

Dongeng Gembira Kak Galuh

Posted by Kak Galuh On 17.11 | No comments
Berangkat dari kekhawatiran akan lahirnya generasi yang narsisme dan konsumtif, perempuan yang bernama lengkap Galuh Kencono Wulan ini mentekadkan diri untuk fokus dan berkonsentrasi di dunia pendidikan anak-anak. Bersama teman-teman sevisi nya, Kak Galuh biasa ia dipanggil, mengelola sebuah Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang bernama Rumah Cahaya.

Sebelum terjun menjadi pengelola TBM, perempuan lulusan Psikologi UPI YAI Jakarta ini pernah mengajar sebagai mentor Bahasa Inggris di lembaga kursus LPIA (2006) dan fasilitator program Sahabat Air dan Sanitasi Forum Komunikasi Pengelolaan Air Minum Indonesia (FORKAMI) (2011-2012).

Mendongeng adalah metode yang saat ini sedang ditekuninya untuk mengadakan pendekatan kepada anak-anak. Metode ini sesungguhnya bukan metode baru, karena dongeng sudah dikenalkan padanya sejak usia balita oleh kedua orang tuanya. Beranjak remaja, ia kerap ‘bercerita’ kepada sepupu-sepupu kecilnya yang sedang menginap di rumah hingga saat mereka kembali ke rumah masing-masing cerita-cerita itu masih lekat dalam ingatan.

Ketika menikah dan memiliki tiga anak, kebiasaan mendongeng itu kembali dilakukan kepada ketiga anaknya di setiap saat. Ia pun merasakan secara langsung dahsyatnya pengaruh mendongeng yang mampu menanamkan nilai-nilai positif dari cerita kepada ketiga anaknya. Dalam kegiatan ‘bercerita’ ini juga terjadi dialog dan diskusi yang membuat kekuatan cerita itu semakin membekas dalam ingatan anak-anaknya.

Tak berhenti di situ, saat teman-teman anak-anaknya mulai ‘rajin’ dan ‘betah’ berkumpul dan bermain di rumahnya maka ia pun memutuskan untuk membuka rumah baca sebagai fasilitas bermain anak-anak sekitar rumah. Metode dongeng yang selama ini sudah ia terapkan pada anak-anaknya sendiri mulai ia terapkan kepada tamu anak-anaknya.

Saat ini, Rumah Baca yang telah sempat ia rintis seorang diri mendapat bantuan tenaga dan pikiran yang kontributif dari teman-teman sevisinya yang juga ingin memberdayakan rumah baca sebagai alternatif tempat bermain yang edukatif dan menyenangkan. Di bawah naungan Forum Lingkar Pena cabang Depok, tepatnya pada tanggal 21 juli 2012 rumah baca independent yang ia rintis kemudian berjalan dan melebur menjadi sebuah TBM (Taman Bacaan Masyarakat) yang bernama Rumah Cahaya.

Mendongeng tetap menjadi metode andalannya dalam mengembangkan TBM karena metode ini ternyata sangat disukai oleh anak-anak. Teknik mendongengnya disertai oleh lagu-lagu serta kegiatan-kegiatan interaktif lainnya sehingga mendongeng dapat menjadi sebuah paket alternative pembelajaran yang sangat menghibur dan menyenangkan bagi anak-anak. Kegiatan mendongeng bulanan sebagai metode pendekatan ini, rutin dilakukan olehnya dan teman-teman yang biasa dipanggil dengan Relawan Cahaya setiap bulannya di pekan kedua. Sejak saat itu ia dan teman-teman relawan cahaya mulai mendongeng dengan serius dalam arti memberikan penampilan terbaik dalam setiap even mendongeng agar anak-anak yang mendengarkan pun serius menerima nilai-nilai moral cerita untuk dijadikan referensi aksinya dalam menghadapi masalah apapun di dunia kecil mereka.

Motto mendongengnya adalah Satu Cerita Satu Cahaya. Filosofinya semakin banyak ia bercerita kepada anak-anak, maka akan semakin banyak anak-anak yang menerima cahaya berupa pesan moral dari cerita yang akan menembus ke dalam alam bawah sadar pendengar cerita, hingga lahirlah jiwa-jiwa yang baru. Jiwa-jiwa yang akan membawa perubahan besar pada sebuah peradaban mulia di masa depan.

Cita-cita Kak Galuh adalah melihat anak-anak Indonesia tumbuh dan berkembang menjadi generasi yang cerdas, memiliki karakter, berakhlak dan memiliki cita-cita tinggi yang bermanfaat untuk masyarakat. Semoga saja lewat TBM Rumah Cahaya Depok yang ia kelola bersama relawan cahaya lainnya saat ini, cita-cita itu bisa terwujud.

Aktifita

Posted by Kak Galuh On 13.26 | 2 comments
Bergerak dan berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain itu sangat menyenangkan. Selalu memberi energi baru untuk terus bertahan hidup. Selain mendongeng, menulis dan membaca, saya juga menjadi fasilitator sebuah program peduli lingkungan dari LSM bernama FORKAMI (Forum Komunikasi Pengelolaan Kualitas Air Minum Indonesia).  Dari sekolah ke sekolah di seluruh penjuru ibukota kami mengusung tema-tema konservasi air, cinta lingkungan hingga bagaimana caranya menjaga kebersihan diri dan lingkungan sebagai materi sosialisasi kami. Sasaran kami adalah anak-anak Sekolah Dasar. Mereka  kami fasilitasi untuk menjadi agen-agen perubahan yang kelak akan memiliki kesadaran untuk bersahabat dengan lingkungan.

 Tak ada kata terlambat untuk membuat perubahan-perubahan kecil yang mungkin akan menjadi gerakan besar untuk menyelamatkan bumi dan moral peradaban beberapa decade ke depan. Dan itu ada di pundak anak-anak masa kini.

Training kepenulisan anak, mendongeng, memberikan ruang untuk membaca, belajar dan bermain bagi anak-anak, memfasilitasi anak-anak untuk peduli lingkungan dan lain-lainnya hanyalah langkah kecil yang sedang saya coba jalankan untuk berdamai dengan keadaan yang terjadi hari ini. Saya sadar masih banyak PR yang harus saya kerjakan demi melihat di dunia anak-anak saya menjadi dewasa kelak, akan datang masa seseorang menjadi malu untuk mengkhianati hati nuraninya sendiri.

Jejak Pena

Posted by Kak Galuh On 13.19 | No comments
Ada yang berkata bahwa ketika kita hanya bercerita tanpa menuliskannya maka kata-kata yang terucap akan seperti debu yang tertiup angin. Hilang tak membekas. Tapi menurut saya itu tidak sepenuhnya benar. Kekuatan bercerita dan menumpahkan ide dalam bentuk tulisan sama-sama memiliki keajaiban yang berbeda. Mengingat setiap manusia terlahir unik dan personal maka kedua cara menumpahkan ide itu sama-sama besarnya memberi pengaruh pada pendengar atau pembacanya.

Sejak kecil saya sudah menulis. Menulis adalah sarana saya berbicara tentang apa yang saya rasakan. Saya ingat betul dari sekian mata pelajaran yang ada di sekolah, bahasa indonesialah yang paling saya sukai. Karena ada pelajaran tentang mengarangnya. Entah apa yang terjadi, tiap menggoreskan pena pada sebuah kertas, semangat bercerita itu muncul dengan cara yang menyenangkan tanpa saya sadar saya telah menghabiskan kertas dalam batas yang tak wajar. Saya sudah mulai menulis cerpen sejak SMP, hanya bermodal buku dan pensil. Dan juga hanya di baca oleh kalangan terbatas. Teman-teman dekat saja. Tak bisa di pungkiri kecintaan menulis pun lahir karena kesukaan membaca yang juga tumbuh sejak dini. Saya bahkan ingat betul jika kedua orang tua saya berpergian keluar kota besar, oleh-oleh yang paling saya tunggu adalah buku-buku cerita. Tak jadi soal meski sebagian besarnya hanyalah buku bekas yang mereka telah usahakan beli dari tukang loak.

Sejak bergabung bersama FLP Depok saya mulai berani mempublikasikan karya tulis saya. Meski baru buku-buku keroyokan, tapi paling tidak saya telah berusaha memecahkan telur ‘ketidak percayaan diri’ saya bahwa menulis untuk di baca orang lain adalah kegiatan menyenangkan lainnya yang tak boleh di penjara hanya dalam angan.
                                                       
Dan ini semua sama sekali belum ada apa-apanya. Paling tidak saya masih ingin mencoba menulis buku sendiri sebagai PR yang harus saya tuntaskan.


Idea

Posted by Kak Galuh On 13.11 | No comments
Suatu hari saya pernah menghayal bersama sahabat seperjuangan di Rumah Cahaya, bahwa suatu saat nanti kami akan memiliki lahan sendiri yang luas pekarangannya dan bisa bermanfaat untuk memberdayakan lingkungan sekitar di setiap lini terutama untuk anak-anak. Ide tentang children center ini bukan sebuah angan-angan belaka. Kami sangat percaya mimpi yang telah menjadi ide itu akan terwujud suatu saat nanti. Keresahan yang sama akan lahirnya generasi yang anti social, narsisme dan eksploitatif membuat kami terus merajut kepingan-kepingan ide itu sedikit demi sedikit saat ini.

Tak sedikit rintangan dan ujian yang harus kami hadapi untuk tetap konsisten pada ide itu, padahal belum juga setahun ikrar launching kami ucapkan. Namun karena kami percaya sesudah kesulitan akan datang kemudahan maka rasanya tak ada yang perlu kami khawatirkan untuk tetap berjuang meneruskan mimpi-mimpi itu (baca:ide).

Berbagi Cerita

Posted by Kak Galuh On 12.57 | No comments
Setiap manusia secara fitrahnya sangat senang mendengar cerita. Ini sudah terjadi sejak awal sejarah manusia bermula. Bahkan hampir sebagian besar isi dari kitab-kitab mulia merekam jejak cerita-cerita masa lalu hingga prediksi akhir zaman. Bagi saya sendiri bercerita bukan suatu hal baru. Sejak kecil ibu saya selalu rajin ‘mendongeng’ sebagai sarana mempererat bonding antara kami. Kebiasaan ini menular hingga saya pun senang mendongeng untuk para sepupu-sepupu kecil, berlanjut pada anak-anak saya dan teman-teman mereka.

Berbagi Cerita itu selalu memiliki banyak semangat baru bagi saya. Wajah polos anak-anak, aura keceriaan yang mereka tebar saat mendengarkan cerita…sungguh saya begitu mendapatkan banyak hal dari mereka di setiap kesempatan yang saya miliki untuk berbagi cerita. Tak perlu penelitian ilmiah yang merepotkan untuk membuktikan bahwa Berbagi Cerita adalah sarana untuk menumbuhkan keinginan mengaktivasi nilai-nilai baik ke dalam diri. Setidaknya itu yang saya rasakan, dan itu juga yang terjadi pada anak-anak saya sejak mereka berkenalan dengan kegiatan bercerita.

Satu cerita satu cahaya. Bermakna sebagai semangat yang terus tumbuh bagaikan efek domino dan juga seperangkat bonus system MLM yang menggurita dan menyeluruh hingga ke bawah. Semakin banyak cerita yang saya sampaikan maka akan semakin banyak cahaya yang berpendar menerangi hati saya sendiri khususnya dan juga para pendengar cerita saya pada umumnya.

Rumah Cahaya

Posted by Kak Galuh On 12.51 | No comments
Rumah CaHaYa adalah singkatan dari Rumah Baca Hasilkan karYa. Sekitar kurang lebih 3 tahun lalu saya mulai bergabung di komunitas Forum Lingkar Pena Depok. Rumah CaHaYa adalah rumah baca yang dinaungi oleh komunitas FLP. Seiring waktu saya amati kegiatan di Rumah Cahaya porsinya lebih besar berpusat pada pengembangan anak. Ide ini sangat sejalan dengan saya yang setahun sebelum bergabung dg FLPD dan Rumah Cahaya telah mencoba menjadikan rumah saya sebagai rumah baca. Bermula dari seringnya rumah ramai oleh anak-anak dan tamu-tamu kecil mereka. Terkadang mereka bermain bersama, membaca buku-buku koleksi anak-anak saya atau Cuma sekedar berkumpul dan saling curhat.

Momen ini begitu sebentar, momen dimana anak-anak ini bereksplorasi menemukan inti dari kehidupan yang akan mereka jalani. Saya sangat ingin, momen-momen itu terekam dengan baik dan menjejak di rumah baca yang saya bangun. Dan Allah dengan segenap cintaNya mengabulkan hingga mengenalkan saya pada Rumah Cahaya, sebuah rumah baca yang memiliki visi dan misi saya yang telah lama terpendam.

Kepingan cerita-cerita tentang Rumah Cahaya menjadi semakin berwarna bagaikan pelangi saat tanggal 21 juli 2012 silam, ide tentang children center itu mulai menjadi kenyataan dengan launchingnya Rumah Cahaya FLP Depok di rumah tercinta kami, Griya Lembah Depok blok B3/20. Tak terkatakan bagaimana rasanya. Bahagianya serupa saat baru saja mendapatkan amanah bayi-bayi lucu dari rahim saya. Tentu saja akan banyak rintangan yang akan kami hadapi untuk tetap membuat Rumah cahaya bercahaya bagi anak-anak sekitarnya. Tapi dengan saling merapatkan shaf, setia pada komitmen awal, semoga cahaya itu semakin berpendar meluas memenuhi hati-hati kecil yang bersentuhan dengannya.

Sabtu, 09 Februari 2013

“Ya Allah! Kasihanilah dia kerana solat yang panjang diselangi tangisan di tengah kedinginan malam yang sepi, ketika orang-orang lain sedang nyenyak dibuai mimpi. Ya Allah! Kasihanilah dia yang sering menahan lapar dan dahaga ketika bertugas jauh dari Madinah atau Mekah dalam menunaikan ibadah puasa kepadaMu. Ya Allah! Aku menyerahkannya di bawah pemeliharaanMu, aku redha dengan apa yang telah Engkau tetapkan bagiku dan baginya, dan berilah kami pahala orang-orang yang sabar...!" [Doa Asma' radhiallahu anha buat puteranya, Abdullah bin Zubair]

Asma' binti Abu Bakar As-siddiq, saudara kepada Aisyah Ummul Mukminin (isteri Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam), puteri kepada sahabat Rasulullah yang mulia, Saidina Abu Bakar As-siddiq, isteri Zubair bin Awwam, pejuang dan tokoh Islam yang mengutamakan redha Allah di dalam perjuangannya, Merupakan seorang wanita muhajir yang mulia dan bonda kepada Abdullah bin Zubair, salah seorang pejuang yang gugur mempertahankan agamanya, dan sesungguhnya kedudukannya ini cukup untuk mengangkat darjat beliau ke tempat yang tinggi, mulia dan terpuji. Peribadinya dirahmati Allah dengan keistimewaan yang sangat menonjol, setanding dengan para Muslimin di ketika itu, cerdas, cerdik, lincah, pemurah dan berani.

Kedermawanan beliau dapat dilihat jelas melalui ucapan anaknya," Aku belum pernah melihat wanita yang sangat pemurah melebihi ibuku termasuk Aisyah Radhiallahu anha. Beliau (Aisyah) mengumpulkan apa yang diperolehinya sedikit demi sedikit, lantas setelah itu barulah dinafkahkannya kepada mereka yang memerlukannya. Sedangkan ibuku, dia tidak pernah menyimpan sedikit pun sehingga hari esok"

Kebijaksanaan Dzatun Nithaqain
Kecemerlangan berfikir Asma Radhiallahu anha terpancar dari sikapnya yang penuh prihatin dan perhitungan yang bijaksana. Peristiwa Hijrah Abu Bakar menyaksikan pengorbanan seorang sahabat demi Islam, tidak meninggalkan sesen pun harta untuk keluarganya melainkan dibelanjakan keseluruhannya untuk Allah dan rasulNya.  Ketika Abu Quhafah (ayah kepada Abu Bakar radhiallahu anhu) yang masih musyrik menemui keluarganya, beliau berkata kepada Asma', "Demi Allah! Tentu ayahmu telah mengecewakanmu dengan hartanya, di samping akan menyusahkanmu dengan pemergiannya!". Jawab wanita yang mulia ini, "Tidak wahai datuk! sekali-kali tidak! Beliau banyak meninggalkan wang buat kami" ujarnya sambil menghibur dan menenangkan datuknya. Dikumpulkannya batu-batu kerikil yang kemudiannya dimasukkan ke dalam lubang tempat kebiasaannya menyimpan wang. Kemudian dibawakan datuknya yang buta itu ke tempat simpanan tersebut, lantas berkata, "Lihatlah datukku! Beliau banyak meninggalkan wang buat kami!". Perkataan tersebut ternyata berjaya meyakinkan Abu Quhafah. Maksud perbuatan tersebut adalah untuk menyenangkan hati datuknya, agar tidak bersusah hati memikirkan hal tersebut. Malah, Asma'  juga tidak menginginkan bantuan dari orang musyrik meskipun datuknya sendiri. Inilah bukti yang menunjukkan besarnya perhatian beliau terhadap dakwah dan kepentingan kaum Muslimin.

Diberi julukan sebagai 'dzatun nithaqain' oleh Rasulullah yang membawa erti "wanita yang mempunyai dua tali pinggang", sebagai peringatan terhadap peristiwa Hijrah yang menyaksikan pengorbanan dan keberanian Asma' yang tiada tolok bandingannya. Beliau bersusah payah menyediakan bekalan makanan dan minuman buat Rasulullah dan Abu Bakar Radhiallahu anhu di saat genting seperti itu. Beliau mengoyakkan ikat pinggangnya kepada dua untuk dijadikan tali pengikat untuk mengikat bekalan makanan dan minuman tersebut, sehingga kerana peristiwa itu Rasulullah mendoakan beliau agar digantikan tali pinggang tersebut dengan yang lebih baik dan lebih indah di syurga kelak.

Tidak hanya itu pengorbanan Asma Radhiallahu anha. Peristiwa hijrah ini turut menyaksikan kekuatan berfikir dan perancangan strategi yang dimiliki oleh seorang Muslimah hasil dari aktiviti politik dan kecemerlangan berfikir yang diadun dengan ketaqwaan dan keimanan yang teguh. Asma' Radhiallahu anha bukan sekadar menjadi penghantar makanan kepada dua orang sahabat yang berperanan penting bagi umat Islam, malah beliau juga menyampaikan berita-berita penting tentang rencana-rencana pihak musuh terhadap kaum Muslimin. Dengan kehamilannya ketika itu, Asma' mengambil  peranan yang menjanjikan risiko tinggi, di mana bukan saja nyawanya menjadi taruhan, malah lebih dari itu, nyawa Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam dan ayahnya turut sama terancam. Memikirkan kemarahan musuh Islam lantaran lolosnya Rasulullah dari kepungan, kafir Quraisy pastinya akan berusaha bersungguh-sungguh mencari-cari Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam untuk dibunuh kerana bencinya mereka terhadap dakwah Islam dan pejuang-pejuangnya. 

Di saat-saat genting seperti itu, Asma' mampu meramal segala kemungkinan yang bakal berlaku, dan dengan kecerdikan dan penuh perhitungan, beliau berjalan menuju Gua Tsur sambil menggembala kambing-kambingnya berjalan di belakangnya. Taktik ini dilakukan untuk mengaburi mata pihak musuh kerana jejaknya terhapus oleh jejak-jejak kambing gembalaannya itu. Tindakan ini belum tentu mampu dilakukan oleh seorang lelaki yang berani sekalipun, lantaran hal tersebut bakal mengundang bahaya, kezaliman, dan kekejaman orang-orang kafir Quraisy. 

Permasalahan ini tidak cukup sampai di situ. Setelah kejayaan Rasulullah dan Abu Bakar keluar dari tempat persembunyian dan berhasil berhijrah ke Madinah, Asma' Radhiallahu anha dan keluarganya didatangi beberapa orang Quraisy, di antaranya Abu Jahal yang telah bertindak kasar menampar pipi Asma’ Radhiallahu anha dengan sekali tamparan yang mengakibatkan subangnya terlepas!. Asma' menjawab dengan penuh diplomasi saat beliau ditanya tempat persembunyian Rasulullah dan ayahnya dengan berkata," Demi Allah, aku tidak tahu di mana ayahku berada sekarang!"

Hijrah Asma' Radhiallahu anha dan suaminya ke Madinah berlaku selang beberapa lama dari hijrah sebelumnya, di mana pada ketika itu Asma' sedang sarat mengandungkan Abdullah bin Zubair dan hanya menanti detik-detik kelahirannya. Perjalanan yang jauh dan berbahaya ditempuhi jua sehinggalah angkatan para sahabat tiba di Quba'. Kelahiran anak pasangan sahabat ini disambut dengan penuh kesyukuran dan kegembiraan. Dialah bayi pertama yang dilahirkan di Madinah.

Sebaik-baik Ummu wa Rabbatul Bait
Seorang muhajirah yang agung, antara wanita yang awal memeluk Islam, sangat memuliakan suaminya meskipun Zubair hanya seorang pemuda miskin yang tidak mampu menyediakan pembantu buatnya. Hatta tidak mempunyai harta yang dapat melapangkan kehidupan keluarganya, melainkan hanya seekor kuda yang dijaganya dengan baik. Beliaulah isteri yang sentiasa sabar dan setia berkhidmat untuk suaminya, sanggup bekerja keras merawat dan menumbuk sendiri biji kurma untuk makanan kuda suaminya di saat Zubair sibuk menjalankan tugas-tugas yang diperintah Rasulullah kepadanya.

Di dalam didikannya, keperibadian Abdullah bin Zubair dibentuk. Beliau adalah susuk seorang ibu yang sangat memahami peranannya dalam melahirkan generasi utama yang berkualiti, generasi yang menjadikan kecintaan kepada Allah dan RasulNya di atas segala-galanya, sama ada harta, isteri, keluarga mahupun segala jenis perbendaharaan dunia. Beliau mencetak keperibadian generasi yang siap berjuang membela bendera Islam dan kalimah La ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Keperibadian seperti ini terpancar jelas di dalam diri puteranya, Abdullah bin Zubair. Hal ini dapat kita teladani melalui kisah pertemuan terakhir di antara seorang ibu dan anak yang saling menyayangi dan mencintai satu sama lain, semata-mata kerana kecintaan keduanya kepada Allah Subhanahu wa Taala dan RasulNya.

Abdullah: Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, wahai ibunda!
Asma': Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh, ya Abdullah! Mengapa engkau datang ke sini di saat-saat seperti ini? Padahal batu-batu besar yang dilontarkan Hajjaj kepada tenteramu menggetarkan seluruh Kota Mekah?
Abdullah: Aku hendak bermusyawarah dengan ibu
Asma': Tentang masalah apa?
Abdullah: Tenteraku banyak meninggalkanku. Mereka membelot dariku ke pihak musuh. Mungkin kerana mereka takut terhadap Hajjaj atau mungkin juga kerana mereka menginginkan sesuatu yang dijanjikannya sehingga anak-anak dan isteriku sendiri berpaling daripadaku. Sedikit sekali jumlah tentera yang tinggal bersamaku. Sementara utusan Bani Umayyah menawarkan kepadaku apa saja yang ku minta berupa kemewahan dunia asal saja aku bersedia meletakkan senjata dan bersumpah setia mengangkat Abdul Malik bin Marwan sebagai khalifah. Bagaimana pendapatmu wahai ibu?
Asma': Terserah kepadamu Abdullah! Bukankah engkau sendiri yang mengetahui tentang dirimu? Jika engkau yakin bahawa engkau mempertahankan yang haq dan mengajak kepada kebenaran, maka teguhkanlah pendirianmu sepertimana para perajuritmu yang telah gugur dalam mengibarkan bendera agama ini! Akan tetapi, jika engkau menginginkan kemewahan dunia, sudah tentu engkau adalah seorang anak lelakiku yang pengecut! dan bererti engkau sedang mencelakakan dirimu sendiri dan menjual murah harga kepahlawananmu selama ini, anakku!
Abdullah: Akan tetapi, aku akan terbunuh hari ini ibu.
Asma' : Itu lebih baik bagimu daripada kepalamu akan dipijak-pijak juga oleh budak-budak Bani Umayyah  dengan mempermainkan janji-janji mereka yang sangat sukar untuk dipercayai!
Abdullah: Aku tidak takut mati, Ibu. Tetapi aku khuatir mereka akan mencincang dan merobek-robek jenazahku dengan kejam!
Asma': Tidak ada yang perlu ditakuti perbuatan orang hidup terhadap kita sesudah kita mati. Kambing yang sudah disembelih tidak akan merasa sakit lagi ketika kulitnya dikupas orang!
Abdullah: Semoga Ibu diberkati Allah. Maksud kedatanganku hanya untuk mendengar apa yang telah ku dengar dari ibu sebentar tadi. Allah Maha Mengetahui, aku bukanlah orang yang lemah dan terlalu hina. Dia Maha Mengetahui bahawa aku tidak akan terpengaruh oleh dunia dan segala kemewahannya. Murka Allah bagi sesiapa yang meremehkan segala yang diharamkanNya. Inilah aku, anak Ibu! Aku selalu patuh menjalani segala nasihat Ibu. Apabila tewas, janganlah ibu menangisiku. Segala urusan dari kehidupan Ibu, serahkanlah kepada Allah!
Asma': Yang ibu khuatirkan andainya engkau tewas di jalan yang sesat.
Abdullah: Percayalah Ibu! Anakmu ini tidak pernah memiliki fikiran sesat untuk berbuat keji. Anakmu ini tidak akan menyelamatkan dirinya sendiri dan tidak memperdulikan orang-orang Muslim yang berbuat kebaikan. Anakmu ini mengutamakan keredhaan ibunya. Aku mengatakan semua ini di hadapan ibu dari hatiku yang putih bersih. Semoga Allah menanamkan kesabaran di dalam sanubari Ibu.
Asma': Alhamdulillah! segala puji bagi Allah yang telah meneguhkan hatimu dengan apa yang disukaiNya dan yang Ibu sukai pula. Rapatlah kepada Ibu wahai anakku, Ibu ingin mencium baumu dan menyentuhmu. Agaknya inilah saat terakhir untuk ibu memelukmu..."
Abdullah:Jangan bosan mendoakan aku Ibu!

Sebelum matahari terbenam di petang itu, Abdullah bin Zubair syahid menemui Rabbnya. Dia kembali kerana mengutamakan redha Allah dan redha ibunya yang beriman. Diriwayatkan, bahawa Al-Hajjaj berkata kepada Asma' setelah Abdullah terbunuh :"Bagaimanakah engkau lihat perbuatanku terhadap puteramu ?" Asma' menjawab :"Engkau telah merosak dunianya, namun dia telah merosak akhiratmu." Asma' wafat di Mekkah dalam usia 100 tahun, sedang giginya tetap utuh, tidak ada yang tanggal dan akalnya masih sempurna. [Mashaadirut Tarjamah : Thabaqaat Ibnu Saad, Taarikh Thabari, Al-Ishaabah dan Siirah Ibnu Hisyam].  Semoga Allah meredhai kedua hambaNya, Asma' dan puteranya.

Khatimah
Inilah sebuah teladan yang sangat berharga buat kita semua. Asma' Radiallahu anha bukan sahaja menunjukkan keberaniannya, kepatuhannya kepada Allah, suami dan ayahnya, juga pengorbanannya yang besar, sikap dermawannya dan kecemerlangan berfikir yang menjadi cermin keperibadiannya. Bersama suaminya, Zubair bin Awwam, terbentuklah keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah, bukan kerana harta yang melimpah ruah, tetapi  limpahan barakah dan rahmat dari Allah Subhanahu wa Taala kerana ahli keluarganya yang menjadikan kecintaan mereka hanya kepada Allah dan Rasul di atas kecintaan-kecintaan lainnya. Dari keluarga ini, lahirlah seorang syuhada yang gagah berani, tidak takut terhadap apapun kecuali Allah Subhanahu wa Taala  Semoga kisah Asma’ Abu Bakar ini akan sentiasa mekar di jiwa kita sebagai motivasi diri dalam menyemai kecintaan serta menjalankan kewajipan terhadap Rabbul Izzati. [islam2u]

Senin, 04 Februari 2013

Dalam perjalanan hidupnya, Ummu Habibah banyak mengalami penderitaan dan cobaan yang berat. Setelah memeluk Islam, dia bersama suaminya hijrah ke Habasyah. Di sana, ternyata suaminya murtad dari agama Islam dan beralih memeluk Nasrani. Suaminya kecanduan minuman keras, dan meninggal tidak dalam agama Islam. Dalam kesunyian hidupnya, Ummu Habibah selalu diliputi kesedihan dan kebimbangan karena dia tidak dapat berkumpul dengan keluarganya sendiri di Mekah maupun keluarga suaminya karena mereka sudah menjauhkannya. Apakah dia harus tinggal dan hidup di negeri asing sampai wafat?

Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya dalam kesedihan terus-menerus. Ketika mendengar penderitaan Ummu Habibah, hati Rasulullah sangat tergerak sehingga beliau rnenikahinya dan Ummu Habibah tidak lagi berada dalam kesedihan yang berkepanjangan. Hal itu sesuai dengan firman Allah bahwa: Nabi itu lebih utama daripada orang lain yang beriman, dan istri-istri beliau adalah ibu bagi orang yang beriman.

Keistimewaan Ummu Habibah di antara istri-istri Nabi lainnya adalah kedudukannya sebagai putri seorang pemimpin kaum musyrik Mekah yang memelopori perientangan terhadap dakwah Rasulullah dan kaum muslimin, yaitu Abu Sufyan.

Masa Kecil dan Nasab Pertumbuhannya
Ummu Habibah dilahirkan tiga belas tahun sebelum kerasulan Muhammad Shalalahu ‘Alaihi Wassalam. dengan nama Ramlah binti Shakhar bin Harb bin Uinayyah bin Abdi Syams. Ayahnya dikenal dengan sebutan Abu Sufyan. Ibunya bernama Shafiyyah binti Abil Ashi bin Umayyah bin Abdi Syams, yang merupakan bibi sahabat Rasulullah, yaitu Utsman bin Affan r.a.. Sejak kecil Ummu Habibah terkenal memiliki kepribadian yang kuat, kefasihan dalam berbicara, sangat cerdas, dan sangat cantik.

Pernikahan, Hijrah, dan Penderitaannya
Ketika usia Ramlah sudah cukup untuk menikah, Ubaidillah bin Jahsy mempersunting- nya, dan Abu Sufyan pun menikahkan mereka. Ubaidillah terkenal sebagai pemuda yang teguh memegang agama Ibrahirn a.s.. Dia berusaha menjauhi minuman keras dan judi, serta berjanji untuk memerangi agama berhala. Ramlah sadar bahwa dirinya telah menikah dengan seseorang yang bukan penyembah berhala, tidak seperti kaumnya yang membuat dan menyembah patung-patung. Di dalarn hatinya terbersit keinginan untuk mengikuti suaminya memeluk agama Ibrahim a.s.

Sementara itu, di Mekah mulai tersebar berita bahwa Muhammad datang membawa agama baru, yaitu agama Samawi yang berbeda dengan agama orang Quraisy pada umumnya. Mendengar kabar itu, hati Ubaidillah tergugah, kemudian menyatakan dirinya memeluk agama baru itu. Dia pun mengajak istrinya, Ramlah, untuk memeluk Islam bersamanya.

Mendengar misi Muhammad berhasil dan maju pesat, orang-orang Quraisy menyatakan perang terhadap kaum muslimin sehingga Rasulullah memerintahkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah. Di antara mereka terdapat Ramlah dan suaminya, Ubaidillah bin Jahsy. Setelah beberapa lama mereka menanggung penderitaan berupa penganiayaan, pengasingan, bahkan pengusiran dan keluarga yang terus mendesak agar mereka kembali kepada agama nenek moyang. Ketika itu Ramlah tengah mengandung bayinya yang pertama. Setibanya di Habasyah, bayi Ramlah lahir yang kemudian diberi nama Habibah. Dari nama bayi inilah kemudian nama Ramlah berubah menjadi Ummu Habibah.

Selama mereka di Habasyah terdengar kabar bahwa kaum muslimin di Mekah semakin kuat dan jumlahnya bertambah sehingga mereka menetapkan untuk kembali ke negeri asal mereka. Sementara itu, Ummu Habibah dan suaminya memilih untuk menetap di Habasyah. Di tengah perjalanan, rombongan kaum muslimin yang akan kembali ke Mekah mendengar kabar bahwa keadaan di Mekah masih gawat dan orang-orang musyrik semakin meningkatkan tekanan dan boikot terhadap kaum muslimin. Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke Habasyah.

Beberapa tahun tinggal di Habasyah, kaum muslimin sangat mengharapkan kesedihan akan cepat berlalu dan barisan kaum muslimin menjadi kuat, namun kesedihan belum habis. Kondisi itulah yang menyebabkan Ubaidillah memiliki keyakinan bahwa kaum muslimin tidak akan pernah kuat. Tampaknya dia sudah putus asa sehingga sedikit demi sedikit hatinya mulai condong pada agama Nasrani, agama orang Habasyah.
Ummu Habibah mengatakan bahwa dia memimpikan sesuatu, “Aku melihat suamiku berubah menjadi manusia paling jelek bentuknya. Aku terkejut dan berkata, ‘Demi Allah, keadaannya telah berubah.’ Pagi harinya Ubaidillah berkata, ‘Wahai Ummu Habibah, aku melihat tidak ada agama yang lebih baik daripada agama Nasrani, dan aku telah menyatakan diri untuk memeluknya. Setelah aku memeluk agama Muhammad, aku akan memeluk agama Nasrani.’ Aku berkata, ‘Sungguhkah hal itu baik bagimu?’ Kemudian aku ceritakan kepadanya tentang mimpi yang aku lihat, namun dia tidak mempedulikannya. Akhirnya dia terus-menerus meminum minuman keras sehingga merenggut nyawanya.”

Demikianlah, Ubaidillah keluar dan agama Islam yang telah dia pertaruhkan dengan hijrah ke Habasyah, dengan menanggung derita, meninggalkan kampung halaman bersama istri dan anaknya yang masih kecil. Ubaidillah pun berusaha mengajak istrinya untuk keluar dari Islam, namun usahanya sia-sia karena Ummu Habibah tetap kokoh dalam Islam dan memertahankannya hingga suaminya meninggal. Ummu Habibah merasa terasing di tengah kaum muslimin karena merasa malu atas kernurtadan suaminya. Baginya tidak ada pilihan lain kecuali kembali ke Mekah, padahal orang tuanya, Abu Sufyan, sedang gencar menyerang Nabi dan kaurn muslimin. Dalam keadaan seperti itu, Ummu Habibah merasa rumahnya tidak aman lagi baginya, sementara keluarga suarninya telah meeninggalkan rumah mereka karena telah bergabung dengan Rasulullah. Akhirnya, dia kembali ke Habasyah dengan tanggungan derita yang berkepanjangan dan menanti takdir dari Allah.

Menjadi Ummul-Mukminin
Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam. selalu memantau keadaan umat Islam, tidak saja yang berada di Mekah dan Madinah, tetapi juga yang di Habasyah. Ketika memantau Habasyahlah beliau mendengar kisah tentang Ummu Habibah yang ditinggalkan Ubaidillah dengan derita yang ditanggungnya selama ini. Hati beliau terketuk dan berniat menikahinya.

Ummu Habibah menceritakan mimpi dan kehidupannya yang suram. Dia berkata, “Dalam tidurku aku melihat seseorang menjumpaiku dan memanggilku dengan sebutan Ummul-Mukminin. Aku terkejut. Kemudian aku mentakwilkan bahwa Rasulullah akan menikahiku.” Dia melanjutkan, “Hal itu aku lihat setelah masa iddahku habis. Tanpa aku sadari seorang utusan Najasyi mendatangiku dan meminta izin, dia adalah Abrahah, seorang budak wanita yang bertugas mencuci dan memberi harum-haruman pada pakaian raja. Dia berkata, ‘Raja berkata kepadamu, ‘Rasulullah mengirimku surat agar aku mengawinkan kamu dengan beliau.” Aku menjawab, ‘Allah memberimu kabar gembira dengan membawa kebaikan.’ Dia berkata lagi, ‘Raja menyuruhmu menunjuk seorang wali yang hendak rnengawinkanmu’. Aku menunjuk Khalid bin Said bin Ash sebagai waliku, kemudian aku memberi Abrahah dua gelang perak, gelang kaki yang ada di kakiku, dan cincin perak yang ada di jari kakiku atas kegembiraanku karena kabar yang dibawanya.” Ummu Habibah kembali dan Habasyah bersarna Syarahbil bin Hasanah dengan membawa hadiah-hadiah dari Najasyi, Raja Habasyah.

Berita pernikahan Ummu Habibah dengan Rasulullah merupakan pukulan keras bagi Abu Sufyan. Tentang hal itu, Ibnu Abbas meriwayatkan firman Allah, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orangorang yang kamu musuhi di antara mereka. …“ (QS. Al-Mumtahanah: 7). Ayat ini turun ketika Nabi Shalalahu ‘Alaihi Wassalam. menikahi Ummu Habibah binti Abi Sufyan.

Hidup bersama Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam.
Rasululullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam. mengutus Amru bin Umayyah ke Habasyah dengan membawa dua tugas, yaitu mengabari kaum Muhajirin untuk kembali ke negeri mereka (Madinah) karena posisi kaum muslimin sudah kuat serta untuk meminang Ummu Habibah untuk Rasulullah. Di tengah perjalanan kembali ke Madinah mereka mendengar berita kernenangan kaum muslimin atas kaum Yahudi di Khaibar. Kegembiraan itu pun mereka rasakan di Madinah karena saudara mereka telah kembali dan Habasyah. Rasulullah menyambut mereka yang kembali dengan suka cita, terlebih dengan kedatangan Ummu Habibah. Beliau mengajak Ummu Habibah ke dalarn rumah, yang ketika itu bersarnaan juga dengan pernikahan beliau dengan Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab, putri salah seorang pimpinan Yahudi Khaibar yang ditawan tentara Islam. Ketika itu Nabi mernbebaskan dan menikahinya. Istri-istri Rasulullah lainnya menyambut kedatangan Ummu Habibah dengan hangat dan rasa hormat, berbeda dengan penyambutan mereka terhadap Shafiyyah.
Perjalanan hidup Ummu Habibah di tengah keluarga Rasulullah tidak banyak menimbulkan konflik antar istri atau mengundang amarah beliau. Selain itu, belum juga ada riwayat yang mengisahkan tingkah laku Ummu Habibah yang menunjukkan rasa cemburu.

Posisi yang Sulit
Telah kita sebutkan di atas tentang posisi Ummu Habibah yang istimewa di antara istri-istri Rasulullah. Ayahnya adalah seorang pemimpin kaum musyrik ketika Ummu Habibah mendapat cahaya keimanan, dan dia menghadapi kesulitan ketika harus menjelaskan keyakinan itu kepada orang tuanya.

Orang-orang Quraisy mengingkari perjanjian yang telah mereka tanda-tangani di Hudaibiyah bersama Rasulullah. Mereka menyerang dan membantai Bani Qazaah yang telah terikat perjanjian perlindungan dengan kaum muslimin. Untuk mengantisipasi hal itu, Rasulullah berinisiatif menyerbu Mekah yang di dalamnya tinggal Abu Sufyan dan keluarga Ummu Habibah. Orang-orang Quraisy Mekah sudah mengira bahwa kaum muslimin akan menyerang mereka sebagai balasan atas pembantaian atas Bani Qazaah yang mereka lakukan. Mereka sudah mengetahui kekuatan pasukan kaum muslimin sehingga mereka memilih jalan damai. Diutuslah Abu Sufyan yang dikenal dengan kemampuan dan kepintarannya dalam berdiplomasi untuk berdamai dengan Rasulullah.

Sesampainya di Madinah, Abu Sufyan tidak langsung menemui Rasulullah, tetapi terlebih dahulu rnenemui Ummu Habibah dan berusaha rnemperalat putrinya itu untuk kepentingannya. Betapa terkejutnya Ummu Habibah ketika melibat ayahnya berada di dekatnya setelah sekian tahun tidak berjumpa karena dia hijrah ke Habasyah. Di sinilah tampak keteguhan iman dan cinta Ummu Habibah kepada Rasulullah. Abu Sufyan menyadari keheranan dan kebingungan putrinya, sehingga dia tidak berbicara. Akhirnya Abu Sufyan masuk ke kamar dan duduk di atas tikar. Melihat itu, Ummu Habibah segera melipat tikar (kasur) sehingga tidak diduduki oleh Abu Sufyan. Abu Sufyan sangat kecewa melihat sikap putrinya, kemudian berkata, “Apakah kau melipat tikar itu agar aku tidak duduk di atasnya atau rnenyingkirkannya dariku?” Ummu Habibah menjawab, “Tikar ini adalah alas duduk Rasulullah, sedangkan engkau adalah orang musyrik yang najis. Aku tidak suka engkau duduk di atasnya.” Setelah itu Abu Sufyan pulang dengan merasakan pukulan berat yang tidak diduga dari putrinya. Dia merasa bahwa usahanya untuk menggagalkan serangan kaurn muslimin ke Mekah telah gagal. Ummu Habibah telah menyadari apa yang akan terjadi. Dia yakin akan tiba saatnya pasukan muslim menyerbu Mekah yang di dalarnnya terdapat keluarganya, namun yang dia ingat hanya Rasulullah. Dia mendoakan kaum muslimin agar rnemperoleh kemenangan.

Allah mengizinkan kaum muslimin untuk mernbebaskan Mekah. Rasulullah bersama ribuan tentara Islam memasuki Mekah. Abu Sufyan merasa dirinya sudah terkepung puluhan ribu tentara. Dia merasa bahwa telah tiba saatnya kaum muslimin membalas sikapnya yang selama ini menganiaya dan menindas mereka. Rasulullah sangat kasihan dan mengajaknya memeluk Islam. Abu Sufyan menerrna ajakan tersebut dan menyatakan keislamannya dengan kerendahan diri. Abbas, paman Rasulullah, meminta beliau menghormati Abu Sufyan agar dirinya merasa tersanjung atas kebesarannya. Abbas berkata, “Sesungguhnya Abu Sufyan itu seorang yang sangat suka disanjung.” Di sini tampaklah kepandaian dan kebijakan Rasulullah. Beliau menjawab, “Barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, dia akan selamat. Barang siapa yang menutup pintu rumahnya, dia pun akan selamat. Dan barang siapa yang memasuki Masjidil Haram, dia akan selamat.” Begitulah Rasulullah menghormati kebesaran seseorang, dan Allah telah memberi jalan keluar yang baik untuk menghilangkan kesedihan Ummu Habibah dengan keislaman ayahnya.

Akhir sebuah Perjalanan
Setelah Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam. wafat, Ummu Habibah hidup menyendiri di rumahnya hanya untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam kejadian fitnah besar atas kematian Utsman bin Affan, dia tidak berpihak kepada siapa pun. Bahkan ketika saudaranya, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, berkuasa, sedikit pun dia tidak berusaha mengambil kesempatan untuk menduduki posisi tertentu. Dia juga tidak pernah menyindir Ali bin Abi Thalib lewat sepatah kata pun ketika bermusuhan dengan saudaranya itu. Dia pun banyak meriwayatkan hadits Nabi yang kemudian diriwayatkan kembali oleh para sahabat. Di antara hadits yang diriwayatkannya adalah: “Aku mendengar Rasulullah bersabda,
“Barang siapa yang shalat sebanyak dua belas rakaat sehari semalam, niscaya Allah akan membangun baginya rumah di surga.’ Ummu Habibah berkata, “Sungguh aku tidakpernah meninggalkannya setelab aku mendengar dari Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam.” (HR. Muslim)

Ummu Habibah wafat pada tahun ke-44 hijrah dalarn usia tujuh puluh tahun. Jenazahnya dikuburkan di Baqi’ bersama istri-istri Rasulullah yang lain. Semoga Allah memberinya kehormatan di sisi-Nya dan menempatkannya di tempat yang layak penuh berkah. Amin.

Sumber: Dzaujatur-Rasulullah – Amru Yusuf [kisah islami]

Rabu, 23 Januari 2013

Pendidikan Karakter

Posted by Kak Galuh On 05.44 | No comments
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi

Ketika anak-anak sekolah hobi tawuran hingga baku bunuh; di saat anak-anak remaja kecanduan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba); manakala kasus perkosaan biasa menimpa remaja wanita bahkan anak-anak dibawah umur, orang lalu bertanya salah siapa? 

Jika orang mencari kesalahan tuduhan pertama tentu mengarah pada pendidikan sekolah. Tapi pihak sekolah pasti akan mengkritik pendidikan orang tua. Orang tua pun merasa tidak berdaya melawan pengaruh kehidupan masyarakat yang rusak. Seperti sebuah lingkaran, orang tidak segera menemukan sebab awalnya.
Kini solusi yang ditawarkan adalah pendidikan karakter (character education) yang dibebankan ke pundak sekolah. Di Amerika pendidikan ini sebenarnya bukan hal baru. Sebelum terjadi hura hara kekerasan di sekolah-sekolah Amerika, Horce Mann, tokoh pendidikan Amerika, sudah mendukung dan mengarahkan adanya program pendidikan karakter di sekolah. Tapi ia bersama tokoh pendidikan abad 20 ragu pendidikan karakter ini akan mengarah pendidikan moral. Sebab moral biasanya dikaitkan dengan keluarga dan gereja.

Meski dikhawatirkan menjadi pendidikan moral atau agama, tapi pada tahun 1980 dan 1990an pendidikan karakter di Amerika memperoleh perhatian kembali. Menurut Vessels, G. G  ini untuk pencegahan dekadensi moral (Character and community development: A school lanning and teacher training handbook, 1998,  hal.5). Tapi menurut Beach, W dan Lickona, T., ini bukan hanya mencegah tapi sudah harus memperbaiki moral yang sudah merosot. (Lihat Beach, W. Ethical education in American public schools. Lickona, T. (1991). Educating for character: How our schools can teach respect and responsibility). 

Tapi karena inisiatif solusi ini tidak datang dari pendidik, penekanannya hanya pada perilaku standar dan kebiasaan yang positif. Perhatian kembali ini didukung oleh para politisi dan pemimpin Negara. Clinton, misalnya mengadakan lima konferensi tentang pendidikan karakter. Dilanjutkan oleh George W Bush yang menjadikan pendidikan karakter sebagai fokus utama dalam agenda reformasi pendidikan. 

Tapi apa itu pendidikan karakter itu? Lockwood, A. T mengartikan pendidikan karakter sebagai program sekolah, untuk membentuk anak-anak muda secara sistematis dengan nilai-nilai yang diyakini dapat mengubah perilaku mereka.  (Lockwood, A. T. Character education: Controversy and consensus 1997, hal. 5-6).  Namun secara luas diartikan pula sebagai penanaman sifat sopan, sehat, kritis, dan sikap-sikap sosial seperti kewarganegaraan yang dapat diterima masyarakat. 

Kekhawatiran Horace Mann terbukti. Pendidikan karakter dianggap sama dengan pendidikan moral atau sekurangnya mirip. Maka para penganut Protestan di Amerika segera mencium bau pendidikan moral dalam pendidikan karakter ini. Mereka pun protes. Ini mereka anggap sebagai penjelmaan dari program pendidikan agama dan nilai yang dianggap telah gagal di masa lalu. 

Untuk itu arti pendidikan moral mulai dikaburkan dari nilai-nilai agama dan diartikan sebagai upaya sadar untuk membantu orang lain mencari pengetahuan, skill, tingkah laku, dan nilai untuk kepentingan pribadi dan sosial  (Kirschenbaum, 100 ways to enhance values and morality in school and youth settings). 

Tapi istilah dan konsep pendidikan karakter pun bukan tanpa masalah. Apa yang disebut baik dan perilaku baik itu di Barat relatif. Nilai baik buruk berubah seiring dengan perubahan kehidupan. Akhirnya pendidikan bukan untuk menanamkan nilai, tapi menggali nilai-nilai yang sesuai dengan nilai mereka yang boleh jadi bersifat lokal.  Di Amerika karakter yang ditanamkan di sekolah sesuai dengan latar belakang dan perkembangan sosial dan ekonomi mereka sendiri. 

Di Amerika isu sentralnya adalah nilai-nilai feminisme, liberalisme, pluralisme, demokrasi, humanisme dan sebagainya.  Maka arah pendidikan karakter di sana adalah untuk mencetak sumber daya manusia yang pro gender, liberal, pluralis, demokratis, humanis agar sejalan dengan tuntutan sosial, ekonomi, dan politik di Amerika. Tapi herannya mengapa di Indonesia yang problemnya berbeda mesti harus menanamkan nilai-nilai dari negara asing? 

Berhasilkah pendidikan karakter ini menyelesaikan masalah bangsa Amerika? Ternyata tidak. Pada tahun 2007 Kementerian Pendidikan Amerika Serikat melaporkan bahwa mayoritas pendidikan karakter telah gagal meningkatkan efektifitasnya.  Bulan oktober 2010 sebuah penelitian menemukan bahwa program pendidikan karakter di sekolah-sekolah tidak dapat memperbaiki perilaku pelajar atau meningkatkan prestasi akademik. 

Ternyata dibalik itu terdapat beberapa masalah. Pertama tidak ada kesepakatan dari konseptor dan programmer pendidikan karakter tentang nilai-nilai karakter apa yang bisa diterima bersama. Karakter kejujuran, kebaikan, kedermawanan, keberanian, kebebasan, keadilan, persamaan, sikap hormat dan sebagainya secara istilah bisa diterima bersama. Namun, ketika dijabarkan secara detail akan berbeda-berbeda dari satu bangsa dengan bangsa lain. 

Masalah kedua, ketika harus menentukan tujuan pendidikan karakter terjadi konflik kepentingan antara kepentingan agama dan kepentingan ideologi. Ketiga, konsep karakter masih ambigu karena - merujuk pada wacana para psikolog - masih merupakan campuran antara kepribadian (personality) dan perilaku (behaviour). 

Persoalan keempat dan terakhir arti karakter dalam perspektif Islam hanyalah bagian kecil dari akhlaq. Pendidikan karakter hanya menggarami lautan makna pendidikan akhlaq. Sebab akhlaq berkaitan dengan iman, ilmu dan amal. 

Semua perilaku dalam Islam harus berdasarkan standar syariah dan setiap syariah berdimensi maslahat. Maslahat dalam syariah pasti sesuai dengan fitrah manusia untuk beragama (hifz al-din), berkepribadian atau berjiwa (hifz al-nafs), berfikir (hifz al-‘aql), berkeluarga (hifz al-nasl) dan berharta (hifz al-mal). Jadi untuk menyelesaikan persoalan bangsa secara komprehensif tidak ada jalan lain kecuali kita letakkan agama untuk menjaga kemaslahatan manusia dan kita sujudkan maslahat manusia untuk Tuhannya. Wallahu a’lam.*  [insist]

KOMENTAR SAHABAT

INSIST

Hidayatullah ONLINE