Kamis, 25 Februari 2010

Hanya Seonggok Daging....

Posted by Kak Galuh On 15.51 | No comments
Detik waktu semakin cepat berjalan. Ketika itu adalah ketiga kalinya aku memasuki ruangan operasi. Bau khas rumah sakit yang begitu menyengat membangkitkan memori beberapa waktu lalu saat meja operasi itu adalah juga menjadi pilihan terakhir yang terpaksa aku pilih agar calon-calon generasi penerus risalah yang telah bersemayam pada rahimku dapat lahir dengan selamat.

Semuanya berjalan dengan begitu lancar hingga satu-persatu wajah-wajah mungil tanpa dosa itu hadir dalam pelukan. Kebahagiaan menjadi pemegang amanah mengalahkan segala rasa sakit sayatan berulang yang tak karuan itu. Satu jam setelah jahitan tujuh lapis kulit lengkap tertutup, seperti biasanya raga yang setengahnya masih terbius obat bius lokal itu digiring dengan cepat ke ruang pemulihan. Satu persatu suster meninggalkanku sendiri agar tubuh yang baru saja tersayat untuk ketiga kalinya itu dapat beristirahat sejenak.

Ku tengok bagian tubuh yang terbius. Hingga ujung kaki ia tak kan mampu bergerak hingga kurang lebih dua jam ke depan. Kesendirian ini, tiba-tiba begitu menakutkanku meski ini bukan pengalaman pertama tapi rasanya saat itu adalah saat yang paling menakutkan. Tubuhku yang terbius tak mampu bergerak… menjadi seonggok daging tak bernyawa. Meski hanya separuh yang tak bernyawa, tapi bayangan bahwa saat itu raga ini sedang berada di kedalaman tanah dua meter dengan papan nisan diatasnya kerap membayangi. Beginikah rasanya menjadi daging tanpa nyawa? Beginikah rasanya ingin bergerak tapi tak mampu karena selain tak bernyawa juga sudah tertimbun tanah merah dengan segala penghuninya. Penghuni yang siap berebut menyantap seonggok daging tanpa nyawa itu bagaikan menyatap makanan pada sebuah pesta pora. Belum lagi ketika datang siksa kubur sebagai pertanggung jawaban atas semua tingkah laku ketika raga itu masih bernyawa dan bisa bergerak sesuka hati. Hati yang terkadang penuh nafsu. Hati yang terkadang penuh kesombongan dan merasa bahwa tubuh yang bergerak ini adalah atas kehendak diri sendiri. Hati yang tak menyadari bahwa sesungguhnya yang menggerakkan tubuh ini adalah Yang Maha Memberi Hidup. Hati yang tertutup dari rasa fitrah bahwa dari ujung kaki hingga ujung rambut, semuanya memiliki fitrah untuk di tunaikan dalam menyembah Penciptanya.

Astagfirullah…. Masihkah raga yang ternyata masih diberi kesempatan untuk bergerak ini mampu menunaikan hak-haknya untuk tunduk pada Penciptanya, Sang Maha Kuasa hingga seonggok daging ini betul-betul tak bernyawa kelak???? Wallahualam   [gkw]

Jumat, 19 Februari 2010

Cintakku Bukan Milikku

Posted by Kak Galuh On 15.44 | No comments
Aktualisasi diri seorang wanita pada umumnya tercapai ketika ia memiliki keluarga yang utuh. Suami yang mengayomi, serta anak-anak yang membanggakan. Namun pencapaian ini tak akan selamanya tergenggam dengan seterusnya tanpa terlepas. Bercita-cita menjadikan keluarga sebagai keluarga yang sakinah, mawwadah tentu impian setiap wanita ketika mereka memulai ikrar kesetiaan di pintu gerbang pernikahan. Alangkah indahnya hidup ini, karena dengan pernikahan, wanita telah menyempurnakan fitrahnya yang mulia di mata Allah.

Ujian akan datang menerpa setiap pintu pernikahan yang telah dimulai. Dan dari situlah cinta yang sebenarnya akan teruji. Semakin kokoh pintu itu terjaga, semakin kokoh pula ujian yang datang mengetuknya dengan kencang. Semua berawal dengan niat yang baik. tapi kita tidak pernah tahu akhirnya seperti apa. Yang kita bisa lakukan memohon pada Yang Maha Akhir untuk memberikan kita akhir yang sesempurna awalnya.

Betapa besar cinta kita pada suami dan betapapun dahsyatnya cinta kita pada anak-anak. Tetap kita tak kan dapat menggenggam mereka seterusnya dalam tangan kita yang penuh kasih dan cinta itu. Mereka hanya hadir sementara pada kehidupan kita. mereka hanya titipan. Tak lama. Tak abadi. Sewaktu-waktu mereka bisa pergi. Mencintai yang lain dan menorehkan luka pada kita. Tapi kita bisa sembuhkan luka itu jika kita memiliki rasa cinta yang lain. Rasa cinta yang tak pernah terkhianati oleh cinta fana yang ada di sudut dunia manapun. Rasa cinta pada Pemilik semua cinta. Ia tak pernah tinggalkan kita. CintaNya pada kita tak pernah luntur.

Tak seperti kita yang hanya puas dengan mencintai suami dan anak-anak semata tanpa mau tahu siapa yang memberikan suami dan anak-anak itu pada kita. Pada akhirnya ketika Yang Maha Memberi itu mengambil kembali pemberianNya pada kita, KITA BISA APA??? KITA TIDAK AKAN BISA BERBUAT APA-APA!!!! KARENA KITA BUKAN SIAPA-SIAPA!!! Oleh karenannya cintaku yang begitu syahdu pada suamiku, dan juga cintaku yang begitu dalam pada anak-anakku... tetap saja cinta itu bukan milikku..... [gkw]

Sabtu, 13 Februari 2010

Sang Ibu yang menunaikan hak anaknya

Posted by Kak Galuh On 10.07 | No comments
Adalah Ummu Hani' (Fakhitah binti Abi Tholib bin Abdul Munthalib), terlahir dari keluarga pemuka Quraisy menjadikan dirinya wanita yang cukup disegani dan di hormati pada masanya karena ia banyak mengemukakan pendapat dan juga memiliki adab yang tinggi.

Sebelum Rasulullah SAW mendapat tugas menjadi pengemban amanah risalah, pada masa jahiliyah, Rasulullah SAW pernah meminang Ummu Hani’, namun ayahnya telah menjajikannya kepada Hubairah bin Abi Wahb.

Pada masa permulaan Islam, Ummu Hani' masuk Islam sedangkan suaminya tetap bertahan pada agama warisan leluhur. Maka hukum Islam memisahkan keduanya, dan ia tetap memelihara keempat anaknya yang masih kecil.

kemudian untuk kedua kalinya Rasulullah SAW meminangnya. namun meski pada saat itu yang meminangnya adalah Rasulullah SAW, ia menjawabnya dengan penolakan yang sangat santun. "Wahai, Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada pendengaran dan penglihatanku, sedangkan hak suami itu besar. maka jika aku mengurusi suamiku, aku khawatir menyia-nyiakan sebagian urusan dan anak-anakku. Namun jika aku mengurusi anak-anakku, aku khawatir menyia-nyiakan hak suamiku", kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya sebaik-baik wanita yang menaiki unta diantara wanita Quaraisy ialah yang paling menyayangi anak di waktu kecilnya dan paling memperhatikan kepentingan suami dalam harta miliknya. Andaikata aku tahu bahwa Maryam binti Imran menaiki unta, niscaya aku tidak melebihkan seorang pun diatasnya".(Ath-Thabaqatul Kubra, Juz 7, halaman 32. Al-Ishaabah, Juz 8 halaman 287).

Betapa asih Ummu Hani dalam menunaikan hak anak-anaknya, karena keimanannya yang tinggi kepada Allah SWT, Ummu Hani membebaskan dirinya dari kecintaannya atas posisi Ummul mukminin yang mulia dan utama diantara para wanita mukmin. Subhanallah…

Sejumput warisan kisah kasih seorang bunda yang begitu mulia…. Semoga bermanfaat untuk kita jadikan ibroh… khusus bagi setiap bunda yang berani mengambil keputusan menjadi single parent karena suatu uzur yang haq…. Wallahualam. [gkw]

KOMENTAR SAHABAT

INSIST

Hidayatullah ONLINE