Senin, 26 Januari 2009

Efek Kolektivisme

Posted by Kak Galuh On 02.23 | No comments
Oleh : Bob Julius Onggo

Era 80-an Harley Davidson mempelopori geng atau kumpulan anak muda dengan motor gede berkelana dari satu tempat ke tempat lain -- jauh sebelum berkumpulnya anak muda bermotor Tiger 2000 atau pun berKarimun ria -- Umumnya mereka dipersatukan oleh satu karakter, yaitu hobi motor gede, walaupun sifat-sifat dari mereka tidak sama – seperti para tokoh yang memerankan film “Wild Hogs” -- namun karena hobi motor gede mereka dipersatukan dan saling membantu sama lain secara kolektif ketika menjumpai masalah selama di perjalanan. Apa yang mereka sukai lewat kumpul-kumpul seperti ini? Adalah sensasi kolektivisme (collectivism berbeda dengan collectivity lihat di capitalism.org).

KATALIS KOLEKTIVISME

Salah satu yang pernah diprediksi oleh Karl Marx dulu bahwa di era kapitalis industri akan memunculkan suatu kesadaran kolektivisme baru yang bakal membakar suatu revolusi sosialis dan sekarang kenyataannya di era ekonomi internet yang hiper kapitalis suatu revolusi sosialis telah menjadi subur. Lihat saja beberapa katalis kolektivisme social yang menyulut suatu bentuk revolusi, pertama, munculnya perangkat lunak berbasis open-source – memungkinkan kelompok-kelompok pemrogram mengkontribusikan berbagai upaya intelektual sehingga kelompok-kelompok tertentu dapat berbagi ide, resource dan kiat-kiat untuk merampungkan berbagai proyek engineering digital kecil-kecilan hingga skala raksasa hanya untuk merasakan sensasi kolektivisme.


Ditambah lagi kesuksesan Google dalam membantu mengatasi masalah tumpukan informasi segunung yang diciptakan oleh hikmat kolektif sedunia menjadi suatu organisasi links antar situs web. Dan para pencari hikmat itu pun membantu mengorganisir relevansi tumpukan informasi hingga menjadi hikmat kolektif.

Belum lagi Wikipedia telah menjadi suatu model open-source dari suatu produksi ensiklopedia, dan terus terang— wikipedia adalah salah satu bentuk penantang sesungguhnya (genuine challenger) terhadap eksiklopedia Britannica dalam kurun waktu singkat di masa depan, orang akan melirik wikipedia – dalam versi bahasa indonesia juga tersedia - untuk mencari jawaban dari hikmat kolektif tanpa harus membeli ensiklopedia tercetak yang mahal.

Maka tepat seperti yang dikatakan oleh Jaron Lanier, “apa yang kita saksikan dewasa ini” tulisnya di Edge.org, “. . . berbagai organisasi elite . . . terinspirasi oleh munculnya Wikipedia, oleh kekayaan Google dan para Googlepreneur.”

PENGARUHNYA PADA MORAL

Namun awas! Kolektivisme digital seperti ini memiliki bahaya potensial –- terlepas saya berbicara manfaatnya dalam dunia promosi dan pemasaran -- berbeda dengan kolektivisme dalam dunia fisik, semuanya terlihat dan identitas dari masing-masing individu dari suatu kelompok tidak disembunyikan, berbeda dengan kolektivisme di era hiper kapitalis di ekonomi internet, identitas para pelaku tidak terlihat dan disembunyikan, misalnya Wikipedia, secara keseluruhan adalah hasil dari upaya kolektif, tetapi banyak dari artikel dan informasi di dalamnya ditulis dan diedit oleh sedikit editor.

Lanier menyebutnya, “Wikipedia tidak lebih dari realitas historis Maoism digital; suatu system yang dipropaganda dengan bahasa dan konteks kolektivisme namun sebenarnya dipengaruhi dan dikuasai oleh sekelompok kecil elite yang berkuasa. Sekelompok pikiran cerdas yang saling terkoneksi merupakan suatu resource yang fantastis untuk melacak dan troubleshooting suatu software bug atau suatu rancangan desain. Namun bila Anda ingin dikenal karena ide yang brilian dan argumen yang hebat, lebih baik Anda bertindak solo.”

Sebenarnya yang dimaksud Lanier mencakup segala bentuk alat berbagi komunikasi mulai dari chatting, email komunikasi searah atau komunikasi satu ke banyak resipien seperti pada milis. Para pelaku di balik alat komunikasi entah untuk kepentingan individu maupun korporat kenyataannya sering menutupi jati diri yang sebenarnya entah untuk berbagai macam alasan. Alat berbagi komunikasi tersebut digunakan untuk berbagai kedok entah untuk menggapai popularitas, memburuk-burukkan nama individu atau perusahaan lain, menghancurkan suatu organisasi atau Negara lewat aktivitas teroris, fasisme, komunisme, kultus religius, hingga kasus perkosaan dan kejahatan anak-anak dalam kasus pedofilia maupun pencarian teman hidup.

Segudang kasus seperti ini muncul dalam daftar kejahatan di internet baik di Negara kita maupun di mancanegara, seperti kasus seorang pelaku pedofilia, Mr DeRosario, yang menangkap korbannya dari Internet terhadap seorang anak lelaki berusia 12 tahun di Weschester County dengan menggunakan screen name samaran BobbyD63 (Nytimes nov 7, 2006).

Belum pernah sebelumnya dalam sejarah manusia, banyaknya komentar manusia ditampung tanpa di-edit, jutaan manusia di alam internet mengembangkan diri mereka sendiri, menggapai yang lain, menjadi semakin kreatif, dan teredukasi, serta menjadi mandiri dan menjadi lebih kaya secara finansial jika sebelumnya tidak ada internet. Jika sebelumnya tidak ada segala bentuk kolektivisme termasuk yang terakhir diciptakan oleh Myspace, YouTube dan SecondLife, di mana Anda dapat menciptakan avatar dari diri mereka sendiri untuk saling berbagi di dunia maya. Lihat juga DIGG, salah satu bentuk kolektif konten secara masal dan otomatis.

Ironis di era internet ekonomi hiperkapitalis ini, manusia menjadi semakin berekspresi lewat berbagai gadget internet, namun pada saat yang sama menjadi semakin tertutup dan takut serta menutupi diri mereka sendiri dari identitas sesungguhnya, dan kecenderungan kolektivisme ini membuat kita sudah terbiasa bercengkerama lewat kolektivisme tersamar. Banyak orang suka akan segala bentuk kolektivisme dan segala bentuk permainan dengan api ini.

Masih ada lagi fenomena kolektivisme yang patut kita waspadai lewat kemampuan aplikasi yang dapat dibuat lewat blog yang secara praktis menganjurkan aktivitas pseudonym yang spontan yang menyulut pada posting komentar secara masal tanpa identitas asli bagaikan kerumunan massa yang tidak terkendali.

Mereka yang cerdik memanfaatkan kolektivisme ini dapat melakukan “monetisasi” lewat promosi iklan atau pembelian online kepada kumpulan audiens Anda. Dan yang membuat saya salut dalam ide ini adalah bahwa audiens adalah value — dan mereka sendiri yang membayar value yang mereka berikan sebaliknya daripada mereka dibayar.

Misalnya ya, saat Anda membeli sesuatu dari iklan, tahukah bahwa sedikit dari harga tersebut dibenamkan untuk iklan itu — Jadi lihat Anda sendiri adalah umpan untuk iklan yang Anda lihat misalnya untuk Iklan PPC milik Yahoo dan Google. Siklusnya secara keseluruhan luarbiasa efisien untuk menghasilkan keuntungan cepat dan besar dibandingkan bisnis apa pun yang ada dalam sejarah bisnis manusia.

Memang luarbiasa perangkat lunak online ini telah merevolusi dan mendatangkan berbagai potensi baik dan buruk dalam perilaku manusia. Sekarang juga saatnya mempertimbangkan kegunaannya dalam konteks dasar moral. Bagaimana? Jadi apa yang salah dengan kolektivisme seperti di atas? Bagaimana menghentikan massa online yang anonim yang berkerumun bagaikan kerumunan orang? [sonicfist]

0 komentar:

Posting Komentar

KOMENTAR SAHABAT

INSIST

Hidayatullah ONLINE